Kamis, 05 Juli 2012

Embriologi + Birth Defect akibat Teratogenic Agents


Anatomi Embriologi Umum
Minggu ke-1
*Fertilisasi
*Pembelahan zygote : mitosis berulang menghasilkan blastomeres yang menjadi lebih    kecil di setiap pembelahan
*Pembentukan blastocyt : Muncul blastocystic cavity-suatu ruangan berisi cairan muncul dalam morula.
- Outer cell layer tipis disebut trophoblast à embrionik placenta
- Inner cell mass yang akan menjadi embrio à embryoblast
*implantasi

Minggu ke-2 à Pembentukan Cakram Mudigah Bilaminar
*Penyelesaian implantasi à endometrium uterus
 -Cytotrophoblast, selapis sel yang aktif bermitosis membentuk sel-sel baru yang      bermigrasi ke dalam syncytiotrophoblast
  -Syncytiotrophoblast à mengikis endometrium
*Pembentukan Amniotic Cavity,Cakram Mudigah dan Umbilical Vesicle
     -Amniotic Cavity à Ruang kecil dalam embryoblast
     -Embryoblast à berubah jadi embryonic disc (cakram mudigah) yang terdiri dari               2 lapisan
     -Juga terbentuk Primary umbilical vesicle
*Perkembangan Chorionic SAC
     -Munculnya Primary Chorionic Villi (akhir minggu ke-2)
     -Cytotrophoblastic cells à (proliferasi) ke dalam syncytiotrophoblast
     -Extraembryonic coelem diubah jadi 2 lapisan
        ~extraembryonic somatic mesoderm. Membatasi trophoblast dan emnutupi amnion
        ~extraembryonic splachnic mesoderm, mengelilingi umbilical vesicle

Baru terbentuk (14 Hari) : Berbentuk Cakram Mudigah bilaminar datar, sel-sel hypoblast menjadi kolumnar dan membentuk daerah sirkular yang menebal-prechordal plate, yang merupakan tempat bakal mulut dan organisator kepala

Minggu ke-3 à Perkembangan lapisan germinal dan permulaan diferensiasi jaringan dan organ
Ditandai : - munculnya primitive steak
                 - perkembangan notochord
                 - diferensiasi 3 lapisan germinal
*gastrulasi à pembentukan 3 lapisan germinal
*primitive streak à membentuk mesoderm hingga permulaan minggu ke-4
*notochordal process dan notochord à membentuk pita sel di garis tengah à notochord
*allantois à (16 hari) diverticulum kecil berbentuk sosis dr dinding
                     Caudalis umbilical vesicle ke connecting stalk
*neurulasi à lengkap setelah penutupan caudal neuropore
            Neural plate dan neural tube
*pembentukan neural crest à peralihan sel neural tube & plate
*perkembangan somit à muncul pada bakal regio occipitalis
*perkembangan intraembryonic coelom à  terbagi jadi 3 cavitas pericardiaca, pleuralis,            peritonealis
*perkembangan awal
            Systema cardiovasculare
Systema cardiovasculare primordial à Jantung dan pembuluh darah besar à sel mesenkim pada daerah kardiogenik
Perkembangan Chorionic Villi à mesenkim tumbuh ke dalam primary chorionic villi à inti jaringan mesenkim
           
Minggu ke-4 sampai 8 à Periode ORGANOGENESIS
*Fase perkembangan embrio :
            -pertumbuhan, pembelahan dan perluasan
            -morfogenesis
            -diferensiasi
*Pelipatan embrio
Pelipatan embrio planum medianum : lipatan ujung2 embrio ke ventralis menghasilkan lipatan ekor yang terjadi akibat daerah cranialis dan caudal bergerak ke arah ventralis sementara embrio ke arah cranialis dan caudalis
Lipatan kepala :
Daerah cranialis membentuk primordium encephalon
Lipatan ekor :
Dari pertumbuhan bagian distalis neural tube-primordium medulla spinalis
            Pelipatan embrio planum horizontale :
Menghasilkan lateral folds kanan dan kiri disebabkan oleh pertumbuhan medula spinalis dan somites
Turunan lapisan germinal :sel dari tiap lapisan membelah, bermigrasi, beragregasi              dan berdiferensiasi dngan pola yang tepat dalam membentuk sistem organ.
      KONTROL PERKEMBANGAN EMBRIO (minggu 4-8):
Minggu ke-4 : permukaan menyolok
Minggu ke-5 : perkembangan cepat otak dan facial prominences
Minggu ke-6 : respon reflex pada sentuhan
Minggu ke-7 : digital rays dan handplates
Minggu ke-8 : jari tangan sudah terpisah (walaupun ada web)

Minggu ke-9 sampai LAHIR
      PERIODE FETAL :
Trimester            I à sistem utama berkembang
                                       II à detail anatomik sudah dapat dilihat dengan USG
                                      III à dapat bertahan jika prematur

*Minggu ke 9-12 à kepala terbentukm pertumbuhan panjang badan meningkat cepat disproporsional.
*Minggu ke 13-16 à membrum inferius memanjang
*Minggu ke 17-20 à pertumbuhan melambat. Venix caseosa melindungi kulit halus fetus dari abrasi, merekah, dan mengeras akibat paparan terhadap cairan amnion
*Minggu ke 21-25 à kulit keriput dan lebih transulen, berat badan bertambah, proporsional. Kulit berwarna pink.
*Minggu ke 26-29 à prematur dapat lahir normal dengan perawatan intensif. Pulmoner dan vaskulatur paru cukup berkembang. Sistem saraf pusat pun matur.
*Minggu ke 30-34 à reflex cahaya pupil mata, membrum superius dan inferius tampak gemuk.
*Minggu ke 35-38 à orientasi spontan terhadap cahaya (genggaman kuat). Fungsi integratif. Siap menghadapi kelahiran.




FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBAKAN BIRTH DEFECT
·         GENETIK
Sindrom Turner, dengan kariotipe (22AA+X0). Jumlah kromosomnya 45 dan kehilangan 1 kromosom kelamin. Penderita Sindrom Turner berjenis kelamin wanita, namun ovumnya tidak berkembang (ovaricular disgenesis).
Sindrom Klinefelter, kariotipe (22 AA+XXY), mengalami trisomik pada kromosom gonosom. Penderita Sindrom Klinefelter berjenis kelamin laki-laki, namun testisnya tidak berkembang (testicular disgenesis) sehingga tidak bisa menghasilkan sperma (aspermia) dan mandul (gynaecomastis) serta payudaranya tumbuh.
Sindrom Jacobs, monosomik pada kromosom gonosom. Penderita sindrom ini umumnya berwajah kriminal, suka menusuk-nusuk mata dengan benda tajam, seperti pensil,dll dan juga sering berbuat kriminal. Penelitian di luar negeri mengatakan bahwa sebagian besar orang-orang yang masuk penjara adalah orang-orang yang menderita Sindrom Jacobs.
Sindrom Patau, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada kromosom autosom. kromosom autosomnya mengalami kelainan pada kromosom nomor 13, 14, atau 15.
Sindrom Edward, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada autosom. Autosom mengalami kelainan pada kromosom nomor 16,17, atau 18. Penderita sindrom ini mempunyai tengkorak lonjong, bahu lebar pendek, telinga agak ke bawah dan tidak wajar.

·         LINGKUNGAN
Virus :  
T = toxoplasmosis atau toxoplasma gondii
O = Other infections (Hepatitis B, syphilis)
R = Rubella
C = cytomegalovirus (human herpes virus 5)
H = Herpes simplex virus

Agen fisik
Sinar x : mikrosefalus, spina bifida, langit-langit sumbing, cacat extremitas

Hipertermia : Anensefalus, spina bifida, retardasi mental, cacat wajah, kelainan jantung, omfolakel, cacat extremitas

Bahan kimia
Talidomid : Cacat extremitas, malformasi jantung
Phenytoin : Fetal  hydantoin syndrome
Kokain : retardasi pertumbuhan, mikrosefalus, kelainan perilaku, gastroskisis
Alkohol : sindrom alkohol janin

Hormon
Diabetes Ibu : berbagai malformasi; tersering cacatjantung dan tabung saraf
Obesitas Ibu : cacat jantung, omfolakel





















Farmakokinetik

Didalam respon seorang penderita terhadap suatu obat dapat dipengaruhi oleh 2 faktor penting yaitu Farmakodinamik dan Farmakokinetik, farmakodinamik ini merupakan bagian ilmu farmakologi yang mempelajari efek fisiologik dan biokimiawi obat terhadap berbagai jaringan tubuh yang sakit maupun sehat serta mekanisme kerjanya.
Sedangan farmakokinetik merupakan bagian ilmu farmakologi yang cenderung mempelajari tentang nasib dan perjalanan obat didalam tubuh dari obat itu diminum hingga mencapai tempat kerja obat itu.
Farmakokinetik mempunyai empat tahapan, yaitu Absorpsi, Distribusi, metabolisme dan Ekskresi yang biasa disebut dengan ADME.
Absorpsi
Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian ke dalam sirkulasi sistemik (sirkulasi darah). kecepatan absorpsi obat imi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
* Cara pemberian obat ( Oral, Sublingual, salep, melalui pernafasan, dll)
* kelarutan obat dalam lemak
* Derajat disosiasi
* Ukuran partikel atau berat molekul
* Vaskularisasi daerah absorpsi
* Luas daerah absorpsi

Khususnya untuk obat yang melalui oral, selain dipengarui oleh sifat-sifat tersebut di atas, absorpsinya juga dipengaruhi oleh faktor fisiologis (karena ada dalam keadaan stress biasanya sistem pencernaan kita akan terganggu, maka dari itu sebelum terjadi absorpsi obat sudah terlebih dahulu keluar bersama feses), sifat fisikokimia, dan bentuk sediaan obat.
pada pemberian melalui oral, obat yang larut dalam lemak lebih mudah diabsorpsi dibanding dengan yang kurang larut dalam lemak. absorpsi obat terjati apabila berupa partikel kecil, yaitu setelah obat mengalami disintegrasi dari bentuk semula di tempat absorpsinya. Sifat kimia yang mempengarui kecepatan absorpsi adalah pk dan pH tempat absorbsi.
Distribusi
Setelah obat diabsorpsi dan masuk di sistem sirkulasi darah, maka akan didistribusikan ke dalam berbagai ruang tubuh. Faktor yang mempengarui atau menentukan distribusi obat adalah Ikatan dengan protein plasma, aliran darah, perpindahan lewat membran dan kelarutan di dalam jaringan. Apabila obat terikat kuat dengan protein plasma, obat bisa tetap berada dalam ruang vaskuler sampai di buang. jadi tidak akan dapat menimbulkan efek. sedangkan obat yang tidak berikatan dengan protein plasma atau yang bebas dapat menembus membran biologis dan berefek.
Khusus untuk distribusi obat ke dalam SSP ( susunan Saraf Pusat), maka obat harus dapat menembus sawar darah otak. sehingga distribusi ini sangat ditentukan dan sebanding dengan kelarutan bentuk non-ion obat dalam lemak. pada sawar plasenta, hanya obat-obat yang berat molekulnya rendah yang dapat menembus.
Metabolisme
Merupakan proses perubahan struktur kimia obat yang etrjadi di dalam tubuh dandi katalis oleh enzim yang bertujuan untuk mengakhiri efek farmakologik atau efek toksik suatu obat. Caranya adalah dengan mengubah obat yang tadinya lipofilik menjadi hidrofilik, yang tadinya non-polar menjadi polar. proses metabolisme biasanya terjadi di hepar dengan bantuan enzim-enzim metabolisme, yaitu enzim mikrosom dan non-mikrosom.
Eksresi
Pengeluaran obat melalui oragan ekresi itu dapt dalam bentuk metabolit hasil metabolisme, tapi juga dapt dalam bentuk asalnya. obat yang larut dalam air (hidrofilik) lebih cepat diekskresi dibanding dengan obat yang larut dalam lemak (lipofilik), hal itu tidak dipakai pada saat ekskresi lewat paru-paru.
Organ ekskresi utama adalah ginjal dengan melibatkan 3 proses yaitu: filtrasi glomerulus, sekresi aktif tubulus proksimal dan reabsorsi pasif tubulus distal. untuk obat tertentu, saliva dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat.
Proses-proses farmakokinetik obat dalam tubuh terjadi secara simultan, artinya proses metabolisme dan ekskresi dapat terjadi ketika proses absorpsi sedang berlangsung, jadi tidak perlu menunggu proses absorpsi selesai.







Kategori Obat dan Contoh Obat yang Aman
Kategori A
Yang termasuk dalam kategori ini adalah obat-obat yang telah banyak digunakan oleh wanita hamil tanpa disertai kenaikan frekuensi malformasi janin atau pengaruh buruk lainnya. Obat-obat yang termasuk dalam kategori A antara lain adalah parasetamol, penisilin, eritromisin, glikosida jantung, isoniazid serta bahan-bahan hemopoetik
seperti besi dan asam folat.

Kategori B
Obat kategori B meliputi obat-obat yang pengalaman pemakainya pada wanita hamil masih terbatas, tetapi tidak terbukti meningkatkan frekuensi malformasi atau pengaruh buruk lainnya pada janin. Mengingat terbatasnya pengalaman pemakaian pada wanita hamil, maka obat-obat kategori B dibagi lagi berdasarkan temuan-temuan pada studi toksikologi pada hewan, yaitu:
B1: Dari penelitian pada hewan tidak terbukti meningkatnya kejadian kerusakan janin (fetal damage). Contoh obat-obat yang termasuk pada kelompok ini misalnya simetidin, dipiridamol, dan spektinomisin.
B2: Data dari penilitian pada hewan belum memadai, tetapi ada petunjuk tidak meningkatnya kejadian kerusakan janin. Contoh obat-obat yang masuk dalam
kategori ini adalah tikarsilin, amfoterisin, dopamin, asetilkistein, dan alkaloid belladona

Daftar Obat Bebas Terbatas Yang Relatif Aman
* Obat alergi: obat semprot hidung seperti Nasonex, serta antihistamin seperti Benadryl
* Obat anti-mual (antinausea): Vitamin B6 (sampai 100 mg/hari), serta produk lainnya seperti Dramamine dan Antimo
* Obat Konstipasi (sembelit): pelunak feses seperti Maalox
* Obat sakit Maag: antasida, seperti Gelusil dan Maalox
* Multivitamin: banyak sekali macamnya, sebaiknya mengkonsumsi produk vitamin yang diformulasikan khusus untuk wanita hamil dan menyusui.
* Pengurang rasa sakit: Acetaminophen atau Tylenol
* Anti jamur: Canesten
Daftar Obat Resep Yang Relatif Aman
* Antibiotik: golongan penicillin (misalnya Amoxicillin), cephalosporin, erythromycin, clindamycin
* Obat Asma: obat inhalasi, seperti inhalasi yang mengandung steroid
* Antasida & Anti-ulkus: misalnya Zantac dan Ulsafate
* Antidepresan: obat golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) seperti Prozac dan Zolofit; juga golongan trisiklik antidepresan seperti imipramine (dengan merk dagang Tofranil) serta amitriptyline
* Obat Hipertensi: golongan metildopa
* Antibiotik: Tetracycline dan doxycycline (hindari pemakaian setelah trimester pertama), streptomycin, dan kanamycin
* Anti-kejang: Carbamazepine (dengan merk dagang Tegretol)
* Obat Migren: Golongan ergotamin seperti Cafergot




















Cara/Rute Pemberian Obat
Rute pemberian obat ditentukan oleh sifat obat (seperti kelarutannya dalam air atau lipid,ionosasi, dan sebagainya) dan oleh tujuan terapi. Terdapat dua rute pemberian obat yang utama, yaitu eteral dan parenteral.
1.      Enteral
a.      Oral (per oral)
Cara pemberian yang paling sering karena mudan dan sederhana, relatif aman dan murah. Beberapa obat diabsorpsi di lambung, namun duodenum sering merupakan jalan masuk utama sirkulasi sistemik karena permukaan absorpsinya lebih besar. Metabolisme langkah pertama oleh usus atau hati membatasi efikasi banyak obat ketika diminum per oral. Makanan dalam lambung memperlambat waktu pengosongan lambung sehingga obat dihancurkan oleh asam. Pada usus luas permukaan penyerapan memungkinkan penyerapan (absorpsi) dapat lebih cepat dan sempurna, karena dicapai melalui lipatan mukosa, jonjot mukosa, dan kripta mukosa serta mikrovili.
Kekurangannya :
     Dapat mengiritasi saluran cerna
     Perlu kerjasama dengan penderita
     Tidak dapat dilakukan saat pasien koma

b.      Sublingual
Absorpsinya baik melalui jaringan di bawah lidah. Obat-obat ini mudah diberikan sendiri. Karena tidak melalui lambung, sifat kelabilan dalam asam dan permeabilitas usus tidak perlu dipikirkan.
Penempatan di bawah lidah memungkinkan obat berdifusi ke dalam anyaman kapiler dan secara langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Keuntungannya adalah obat melakukan bypass melewati usus dan hati dan tidak diinaktivasi oleh metabolisme. Pemberian ini hanya mungkin untuk obat yg dapat diabsorpsi dengan mudah dan tidak untuk obat yang memiliki rasa tidak enak.

c.       Rektal
Lima puluh persen aliran darah dari rektum memintas sirkulasi portal (melalui hati ß biasanya pada rute oral), sehingga biotransfortasi obat oleh hati dikurangi. Absorbsinya kurang optimal karena obat baru akan diabsorbsi setelah mencapai 2/3 bagian bawah rektum. Bagian obat yang diabsorpsi dalam 2/3 bagian bawah rektum langsung mencapai vena cava inferior dan tidak melalui vena porta. Keuntungan pemberian melalui rektal (juga sublingual) dl mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau pH dalam lambung. Rute rektal juga berguna untuk obat yang menginduksi muntah jika diberikan secara oral atau jika penderita mengalami muntah-muntah.


2.      Parenteral
Pemberian obat melalui suntikan atau infuse.

Keuntungan pemberian obat dengan cara parenteral :
      Efeknya timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral
      Dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar, atau muntah-muntah
      Sangat berguna dalam keadaan darurat.
Kerugian pemberian obat dengan cara parenteral :
      Dibutuhkan cara asepsis
      Menyebabkan rasa nyeri, resiko infeksi & iritasi lokal
      Sulit dilakukan oleh pasien sendiri
      Kurang ekonomis.

Cara perenteral dibedakan jadi beberapa jenis, diantaranya:
a.      Intravaskular (I.v)
Tidak mengalami absorpsi tetapi langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik, sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara capat, tepat, dan dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita. Kerugiannya adalah mudah tercapai efek toksik karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan, dan obat tidak dapat ditarik kembali.
b.      Intramuskular (i.m)
Obat disuntikkan melalui dinding kapiler untuk memasuki aliran darah. Kecepatan absorbsi bergantung formulasi obat(preparat yang larut dalam lemak diabsorbsi dengan lambat, yang larut dalam air diabsorbsi cepat.Dapat diberikan sendiri oleh pasien-pasien yang sudah dilatih.
c.       Subkutan (s.c)
pemberian obat melalui bawah kulit, hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Absorpsinya biasanya terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama.

Pemakaian ke dalam organ dalaman, secara parenteral dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)      Tanpa melalui proses absorpsi
*   Ke dalam jantung : intra cardinal
*   Ke dalam arteri : intra arteri
*   Ke dalam vena : intra vena
*   Ke dalam kantung lumbar : intra lumbar
*   Ke dalam ruang serebrospinal : intra tekal
2)      Melalui suatu proses absorpsi
*   Ke dalam kulit : intra kutan
*   Ke dalam otot : intra muscular
*   Ke dalam rongga perut : intra peritoneal, tidka dilakukan pada manusia karena bahaya infeksi dan adhesi terllau besar.

Cara lain :
1.      Inhalasi:
Pemberian obat melalui saluran pernafasan dalam bentuk partikel-partikel gas.
ü  Digunakan untuk teknik anestesi pada pembedahan atau untuk mengatasi gangguan pernafasan.
ü  Mempunyai efek yang cepat terhadap kerj aparu-paru dan mempengaruhi sirkulasi oksigen di seluruh tubuh.
ü  Dalam dosis terukur,cocok untuk pemberian sendiri.

2.      Topikal
Pemberian obat dengan cara dioleskan pada permukaan kulit . Berguna untuk pemberian obat-obatan lokal, khususnya yang mempunyai efek toksik jika diberikan sistemik. Paling banyak digunakan untuk preparat dermatologi dan ophtalmologi.
Obatnya dalam bentuk krim, lotion, salep. Hal ini dilakukan dengan tujuan melakukan perawatan kulit atau luka, atau menurunkan gejala gangguan kulit yang terjadi (contoh : lotion). Krim, dapat mengandung zat anti fungal (jamur), kortikosteorid, atau antibiotic yang dioleskan pada kulit dengan menggunakan kapas lidi steril. Sedangkan salep, dapat digunakan untuk melindungi kulit dari iritasi atau laserasi kulit akibat kelembaban kulit pada kasus inkontenansia urin atau fekal.

3.      Transdermal
Obat yang dirancang untuk larut kedalam kulit untuk mendapatkan efek sistemik. Tersedia dalam bentuk lembaran. Lembaran obat tersebut dibuat dengan membran khusus yang membuat zat obat menyerap perlahan kedalam kulit. Lembaran ini juga dapat sekaligus mengontrol frekuensi penggunaan obat selama 24 – 72 jam.Sedikit obat-obatan yang dapat diformulasikan demikian, misalnya koyo yang berisi obat tersebut ditempelkan ke kulit. Cara ini sangat nyaman untuk pemberian sendiri.


MASA RENTAN TERHADAP TERATOGENESIS
Kerentanan terhadap teratogen bervariasi sesuai stadium perkembangan. Periode paling peka untuk timbulnya cacat lahir adalah minggu ketiga hingga kedelapan kehamilan.
Periode mudigah, atau periode organogenesis, berlangsung dari minggu ketiga hingga kedelapan perkembangan dan adalah waktu ketika masing-masing dari ketiga lapisan germinativum; ektoderm, mesoderm, dan endoderm, menghasilkan sejumlah jaringan dan organ spesifik.
Sebagian besar organ utama dan sistem organ terbentuk selama minggu ketiga hingga kedelapan. Karena itu, masa ini yang sangat penting bagi perkembangan normal disebut periode organogenesis. Populasi sel tunas membentuk masing-masing primordia organ, dan interaksi ini peka terhadap gangguan dari pengaruh genetika dan lingkungan. Karena itu, pada periode inilah sebagian besar cacat lahir struktural mayor terjadi. Sayangnya, pada periode kritis ini ibu yang bersangkutan belum menyadari bahwa dirinya hamil, terutama selama minggu ketiga dan keempat yang sangat rawan. Memahami proses-proses utama dalam organogenesis penting untuk mengidentifikasi saat terjadinya cacat tertentu, dan pada gilirannya menentukan kemungkinan-kemungkinan penyebab malformasi tersebut.

PRINSIP – PRINSIP TERATOLOGI
            Dari data yang tersedia mengenai kerja faktor teratogenik , beberapa prinsip telah dikemukakan. Prinsip – prinsip ini harus diingat apabila kita mempertimbangkan kemungkinan bahwa anak – anak dipengaruhi oleh faktor teratogenik tertentu.

1.  Pengaruh Faktor Teratogonik tergantung pada genotip dan cara komposisi genetik ini  berinteraksi dengan lingkungan.
            Genom Ibu berperan penting dalam metabolisme obat, ketahanan terhadap infeksi , dan proses – proses biokimiawi yang dapat mempengaruhi perkembangan konseptus.
            Dalam mempertimbangkan efek dari teratogen manusia , telah jelas bahwa teratogen ini menghasilkan yang disebut dengan variabel fenotipe yang dapat mempengaruhi janin.
            1. Variabel Fenotipe
                        Beberapa bukti penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan teratogen menyebabkan pola / karakteristik malfomasi yang berbeda pada setiap individu.
            2. Variable susceptibility ( Variabel kerentanan )
                        Tidak begitu jelas mengapa pada beberapa janin bisa memiliki kerentanan yang tinggi terhadap teratogenik , tapi diyakini bahwa hasil pewarisan gen yang berinteraksi dengan teratogenik yang mengakibatkan birth defect ( cacat lahir ).
            3. Susceptibility to phenytoin ( Kerentanan terhadap phenytoin )
                        Ibu yang mengonsumsi obat golongan phenytoin selama masa kehamilan, meningkatkan resiko memiliki bayi dengan cacat lahir. Faktor genetik juga diyakini merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam cacat akibat obat anti-convulsan ini.

           
Bioavailabilitas
      Jangka waktu dan kecepatan absorbsi dari bentuk sediaan yang ditunjukkan oleh kurun waktu terhadap konsentrasi dari pemberian obat.
      Bioavailabilitas ini dipengaruhi beberapa faktor:
1. Faktor obat
2. Faktor penderita
3. Interaksi dalam absorpsi saluran cerna
Faktor obat
Keterangan
a.      Sifat fisiokimia obat
-          stabilitas pada pH lambung
-          kelarutan dalam air
-          kelarutan ion dalam lemak
b.      Formulasi obat
-          keadaan fisik obat
Menentukan jumlah obat yang tersedia untuk diabsorpsi.
Menentukan jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistematik.
Menentukan kecepatan disintergrasi dan disolusi obat.
Faktor penderita

-          pH saluran cerna, fungsi empedu
-          kecepatan pengosongan lambung
-          waktu transit dalam saluran cerna
-          kapasitas absorpsi
-          metabolisme dalam lumen saluran cerna
-          kapasitas metabolisme dalam dinding saluran cerna dan hati
Menentukan kecepatan disintergrasi dan disolusi obat.
Mempengaruhi kecepatan absorpsi obat dan jumlah obat yang diserap.
Menentukan jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistematik.
Interaksi dalam absorpsi saluran cerna

-          adanya makanan
-          perubahan pH saluran cerna
-          perubahan motilitas saluran cerna


Kategori obat (FDA)
      Kategori A : Studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya risiko terhadap janin pada kehamilan trimester 1 (dan tidak ada bukti mengenai risiko pada trimester berikutnya), dan sangat kecil kemungkinan obat ini membahayakan janin.
      Kategori B : Studi terhadap reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya risiko terhadap janin tetapi belum ada studi terkontrol yang diperoleh pada ibu hamil. Atau studi terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan efek samping (selain penurunan fertilitas) yang tidak didapati pada studi terkontrol pada wanita hamil trimester 1 (dan ditemukan bukti adanya risiko pada kehamilan berikutnya)
      Kategori C : Studi pada binatang percobaan memperlihatkan sdanya efek samping terhadap nanin( teratogenok atau embriosidal), dan studi terkontrol pada wanita dan binatang percobaan tidak tersedia atau tidak dapat dilakukan. obat pada kategori in boleh diberikan jika besarnya manfaat terapeutik melebihi risiko yang terjadi pada janin.
      Kategori D : Terdapat bukti adanya risiko pada janin( manusia), tetapi manfaat terapeutik yang diharapkan mungkin melebihi besarnya risiko ( misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi kondisi mengancam jiwa atau penyakit serius bilamanan obat yang lebih aman tidak dapat digunakan atau tidak efektif)
      Kategori X : Studi pada manusia atau binatang percobaan memperlihatkan adanya abnormalitas pada janin, atau terdapat bukti adanya risiko pada janin. dan besarnya risiko obat ini digunkan pada ibu hamil jelas-jelas melebihi manfaat teraoeutiknya. Obat yang termasuk kategori ini dikontrindikasikan pada wanita yang sedang atau kemungkinan hamil.


Dosis Obat
à jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam satuan berat atau satuan isi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian dosis obat:
a.   Faktor obat
            - sifat fisik
            - sifat kimia
            - toksisitas
b. Cara pemberian obat pada penderita
c. Faktor penderita/karakteristik penderita
            - umur
            - berat badan
            - jenis kelamin
            - ras
            - toleransi
            - obesitas
            - sensitivitas
            - keadaan patofisiologi G.I Tract
            - kehamilan
            - laktasi
            - Circadian Rythme
            - lingkungan
Pedoman peresepan obat bagi ibu hamil:
      Pertimbangkan perawatan tanpa obat
      Obat hanya diresepkan jika manfaat yang diperoleh ibu lebih besar daripada risiko kepada janin
      Hindari penggunaan obat pada trimester pertama
      Apabila diperlukan, gunakan obat yang keamanannya terhadap ibu hamil telah diketahui dengan pasti, pada dosis efektif terendah, penggunaan sesingkat mungkin
Kerja suatu obat bergantung pada:
      Bentuk sediaan dan bahannya pembantunya
      Jenis dan tempat pemberiannya
      Keterabsorpsian dan kecepatan absorpsi
      Distribusi dalam organisme
      Ikatan dan lokalisasi dalam jaringan
      Biotransformasi
      Keterekskresian dan kecepatan ekskresi