Kamis, 05 Juli 2012

Fisiologi GIT


Dalam saluran pencernaan dibutuhkan :
1.     Pergerakan makanan melalui saluran pencernaan.
2.     Sekresi getah pencernaan dan pencernaan makanan.
3.     Absorpsi air berbagai elektrolit dan hasil pencernaan.
4.     Sirkulasi darah melalui organ-organ gastrointestinal untuk membawa zat-zat yang diabsorpsi.
5.     Pengaturan semua fungsi oleh sistem lokal, saraf, dan hormon.
Anatomi fisiologis dinding gastrointestinal :
Pada potongan melintang dinding usus, meliputi lapisan dari luar ke dalam yaitu :
1.     Lapisan serosa
2.     Lapisan otot longitudinal
3.     Lapisan otot sirkular
4.     Lapisan submukosa
5.     lapisan mukosa
6.     Otot mukosa (terletak di paling dalam dari mukosa)
Ciri khas otot polos gastrointestinal :
(Sebagai sinsitium) à serabut otot polos mempunyai berkas sebanyak 1000 serabut paralel. Pada lapisan longitudinal, berkas tersebut membentang panjang menuruni traktus intestinal, dan pada lapisan otot sirkular, berkas tersebut membentang mengelilingi usus.
Dalam setiap berkas, serabut otot dihubungkan secara listrik oleh sejumlah gap junction, yang dapat menimbulkan gerakan ion-ion yang bertahanan rendah dari satu sel otot ke sel otot lainnya.
Sinyal listrik ini mengawali kontraksi otot dari satu serabut ke serabut lainnya dalam setiap berkas. Penjalaran ini berlangsung lebih cepat di sepanjang berkas daripada di sisi berkas.
Setiap berkas serabut otot polos sebagian dipisahkan oleh jaringan ikat longgar, tetapi berkas tersebut bersatu dengan yang lain pada banyak titik, sehingga pada keadaan sebenarnya, setiap lapisan otot merupakan cabang dari berkas otot polos. Oleh karena itu, setiap lapisan otot berfungsi sebagai sinsitium, yaitu bila terbentuk sebuah potensial aksi di sembarang tempat dalam massa otot, potensial aksi biasanya berjalan ke semua arah dalam otot. Jarak yang ditempuh bergantung pada eksitabilitas otot.
Juga terdapat hubungan antara lapisan otot longitudinal dan sirkular, sehingga perangsangan salah satu lapisan akan merangsang lapisan lain.
Aktivitas listrik pada otot polos gastrointestinal :
Terdapat 2 macam gelombang, yaitu : gelombang lambat dan gelombang paku.
1.     Gelombang lambat
Sebagian besar kontraksi gastrointestinal berlangsung secara berirama dan ini ditentukan oleh frekuensi yang disebut gelombang lambat,dalam potensial membran otot polos.
Gelombang ini bukanlah suatu potensial aksi, tetapi merupakan perubahan potensial mebran istirahat yang lambat dan bergelombang.
Intensitasnya bervariasi antara 5-15 milivolt dan kisaran frekuensinya dari 3-12 per menit pada berbagai traktus gastrointestinal : 3 dalam korpus lambung, 12 dalam duodenum, 8/9 dalam ileum terminalis. Irama kontraksi korpus lambung kira-kira 3 per menit, di duodenum 12 per menit, di ileum 8-9 per menit.
Penyebab pasti dari gelombang lambat tidak diketahui. Diperkirakan karena adanya interaksi sel otot polos dan sel interstitial Cajal, yang dapat berfungsi sebagai pacemaker listrik untuk sel otot polos.
Sel interstitial ini membentuk suatu jaringan satu sama lain dan menyisip di antara lapisan otot polos, dengan perhubungan mirip sinaps ke otot polos. Sel interstitial Cajal menjalani perubahan potensial membran akibat kanal ion yang secara berkala membuka dan menghasilkan aliran masuk (pacemaker) sehingga membangkitkan aktivitas gelombang lambat.
Gelombang lambat tidak menyebabkan kontraksi otot, kecuali di lambung. Sebaliknya gelombang ini terutama merangsang munculnya potensial paku yang intermiten. Potensial paku yang menyebabkan kontraksi otot.

2.     Gelombang paku
Potensial paku merupakan potensial aksi yang sebenarnya. Potensial ini timbul secara otomatis apabila membran istirahat otot polos gastrointestinal menjadi lebih positif dari sekitar -40 milivolt (normal -50 sampai -60 milivolt).
Semakin tinggi potensial gelombang lambat meningkat, akan semakin besar frekuensi gelombang paku ( 1-10 gelombang paku per detik). Pada otot gastrointestinal, potensial paku berlangung 10-40 kali lebih lama, dengan setiap gelombang paku berlangsung selama 10-20 milidetik.
Perbedaan potensial aksi otot polos gastrointestinal dengan potensial aksi serabut saraf besar tergantung dari cara potensial tersebut dibangkitkan.
Pada potensial aksi serabut otot polos gastrointestinal khususnya mengizinkan ion kalsium untuk masuk bersama dengan ion natrium, sehingga kanalnya disebut kanal natrium-kalsium. Kanal ini terbuka dan tertutup lebih lambat dari kanal natrium serabut saraf besar. Hal ini menyebabkan timbulnya potensial aksi menjadi lebih lama.
Perubahan voltase potensial membran istirahat :
Pada keadaan normal, potensial membran istirahat kira-kira -56 milivolt. Bila potensial menjadi kurang negatif, disebut depolarisasi membran dan otot menjadi lebih mudah dirangsang. Bila potensial menjadi lebih negatif, maka disebut hiperpolarisasi dan serabut otot menjadi kurang mudah dirangsang.
Faktor-faktor yang menjadikan membran lebih mudah dirangsang :
-        Peregangan otot.
-        Perangsangan oleh asetilkolin.
-        Perangsangan oleh saraf-saraf parasimpatis yang mensekresikan asetilkolin pada ujung-ujungnya.
-        Perangsangan oleh beberapa hormon gastrointestinal spesifik.
Faktor-faktor yang menjadikan membran kurang mudah dirangsang :
-        Pengaruh norepinefrin atau epinefrin pada membran serabut.
-        Perangsangan saraf-saraf simpatis yang terutama mensekresi norepinefrin pada ujung-ujungnya.
Kontrol saraf terhadap fungsi gastrointestinal :
1.     Sistem safar enterik :
Sistem saraf ini terdapat pada dinding usus mulai dari esofagus memanjang sampai anus. Jumlah neuron pada sistem safar enterik sekitar 100 juta. Fungsi dari sistem saraf ini adalah untuk fungsi pergerakkan dan sekresi gastrointestinal.
Sistem saraf enterik terdiri dari dua pleksus :
-        Pleksus mienterikus atau pleksus Auerbach, yang terletak di bagian luar di antara lapisan otot longitudinal dan sirkular.
-        Pleksus submukosa atau pleksus Meissner, yang terletak di bagian dalam submukosa.

Pleksus mienterikus terutama mengatur pergerakan gastrointestinal dan  pleksus submukosa mengatur sekresi gatrointestinal dan aliran darah lokal.
Terdapat juga serabut saraf simpatis dan parasimpatis ekstrinsik. Perangsangan oleh kedua serabut ini dapat meningkatkan atau menghambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut.
Ujung-ujung saraf simpatis ini juga mengirimkan serabut-serabut aferen ke media pleksus sistem enterik ; ke ganglia prevetebra dari sistem saraf simpatis ; ke medula spinalis ; ke dalam saraf vagus menuju batang otak. Saraf-saraf ini dapat mengadakan refleks lokal di dinding usus.

2.     Sistem saraf otonom :
Persarafan parasimpatis. Persarafan ini dibagi menjadi divisi kranial dan divisi sakral.
Untuk beberapa serabut saraf parasimpatis ke regio mulut dan faring dari saluran pencernaan, serabut saraf parasimpatis kranial hampir seluruhnya di dalam saraf vagus. Serabut ini memberikan inervasi luar kepada esofagus, lambung, pankreas, dan sedikit ke usus sampai separuh bagian pertama usus besar.
Parasimpatis sakral berasal dari segmen sakral kedua, ketiga, keempat dari medula spinalis, serta berjalan ke saraf pelvis ke seluruh distal usus besar dan sepanjang anus. Area sigmoid, rektum, dan anus diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik daripada bagian usus yang lain. Fungsi serabut saraf ini terutama untuk defekasi.
Neuron postganglionik dari sitem parasimpatis gastrointestinal terletak terutama di pleksus mienterikus dan pleksus submukosa. Perangsangan saraf parasimpatis menimbulkan peningkatan dari aktifitas seluruh sistem saraf enterik. Hal ini memperkuat sebagian besar fungsi gastrointestinal.

Persarafan simpatis. Serabut simpatis berasal dari segmen T5 dan L2 medula spinalis. Sebagian besar serabut preganglionik yang mempersarafi usus, sesudah meninggalkan medula, memasuki rantai simpatis yang terletak di sisi lateral columna spinalis, dan banyak dari serabut ini berjalan melalui rantai ke ganglia yang terletak jauh seperti ganglion seliaka dan berbagai ganglion mesenterika.
Sistem saraf simpatis menginervasi seluruh traktus gastrointestinal, tidak hanya di rongga mulut dan anus, seperti parasimpatis. Ujung saraf ini juga mensekresikan norepinefrin dan epinefrin dalam jumlah sedikit.
Perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktifitas traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan parasimpatis.
Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya dengan 2 cara :
-        Pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung sekresi norepinefrin untuk menghambat otot polos traktus intestinal.
-        Pada tahap yang besar dengan pengaruh inhibisi dari norepinefrin pada neuron-neuron seluruh sistem saraf enterik.

Perangsangan yang kuat pada sistem saraf simpatis dapat menginhibisi pergerakkan motor usus begitu hebat, sehingga dapat benar-benar menghentikan pergerakkan makanan melalui traktus gastrointestinal.

Pengaturan hormon terhadap motilitas gastrointestinal :
Gastrin à disekresi oleh sel G antrum lambung sebagai respon terhadap rangsangan yang berhubungan dengan penelanan makanan. Fungsi utama gastrin adalah : perangsangan sekresi asam lambung dan perangsangan pertumbuhan mukosa lambung.
Kolesistokinin à disekresi oleh sel I mukosa duodenum dan jejunum sebagai respon terhadap pemecahan produk lemak, asam lemak, dan monogliserida di dalam isi usus. Hormon ini menimbulkan kontraksi kuat kandung empedu ,mengeluarkan empedu ke dalam usus halus, menghambat kontraksi lambung secara sedang.
Sekretin à disekresikan oleh sel S pada mukosa duodenum sebagai respon terhadap getah asam lambung yang dikosongkan ke dalam duodenum dari pilorus lambung. Sekretin mempunyai efek penghambatan terhadap motilitas traktus gastrointestinal dan bekerja membantu sekresi bikarbonat pankreas yang dapat membantu menetralisir asam di dalam usus halus.
Peptida penghambat asam lambung à disekresi oleh mukosa usus halus bagian atas sebagai respon terhadap asam lemak dan asam amino ,dan sebagian kecil karbohidrat. Peptida mempunyai efek ringan dalam menurunkan aktifitas motorik lambung dan memperlambat pengosongan isi lambung ke dalam duodenum ketika bagian atas usus halus sudah penuh terisi oleh produk makanan.
Motilin à disekresi oleh duodenum bagian atas selama puasa. Satu-satunya hormon untuk meningkatkan motilitas gastrointestinal. Motilin dilepaskan secara siklik dan merangsang gelombang motilitas yang disebut kompleks mioelektrik interdigestif.

Jenis gerakan fungsional pada traktus gastointesinal :
Terdapat dua gerakan yaitu :
1.     Gerakan propulsif
Gerakan propulsif merupakan gerakan peristaltik. Suatu cincin kontraksi timbul di sekitar usus dan bergerak maju. Peristaltik merupakan sifat yang dimiliki oleh otot polos sinsitium, dimana terdapat perangsangan yang menyebabkan munculnya cincin kontraksi dalam otot sirkular. Cincin ini kemudian berjalan sepanjang lumen usus. Peristaltik juga terjadi di dalam duktus biliaris, dukteri kelenjar, ureter, dan otot polos lain.
Rangsangan umum untuk gerakan peristaltik adalah distensi usus, yaitu, bila sejumlah besar makanan terkumpul di dalam usus, peregangan dinding usus akan merangsang sistem saraf enterik untuk menimbulkan kontraksi dinding usus 2-3 cm pada titik terkumpulnya makanan tersebut.
Rangsangan lain berupa iritasi kimiawi atau fisis pada epitel yang melapisi usus. Juga sinyal saraf parasimpatis yang kuat ke usus yang menimbulkan peristaltik kuat.

2.     Gerakan mencampur
Gerakan mencampur berbeda pada setiap tempat di bagian saluran cerna.
Kontraksi peristaltik menyebabkan sebagian besar terjadinya pencampuran. Hal ini terjadi khususnya bila pergerakan maju isi usus dihambat oleh sebuah sfingter, sehingga gelombang peristaltik hanya dapat mengaduk isi usus dan bukan mendorongnya ke depan.
Kontraksi konstriktif lokal terjadi setiap beberapa sentimeter dalam dinding usus. Kontriksi ini biasanya berlangsung hanya 5-30 detik, kemudian kontriksi yang baru akan timbul di tempat yang lain.

Mastikasi atau mengunyah :
Gigi yang dirancang untuk mengunyah adalah gigi anterior (insisivus) untuk kerja memotong dan gigi posterior (molar) unutk kerja menggiling. Semua otot rahang bawah bekerja bersama-sama untuk mengatupkan gigi. Pada umumnya, otot-otot pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf kranial kelima, dan proses mengunyah dikontrol oleh nukleus dalam batang otak. Perangsangan daerah retikularis spesifik pada pusat pengecapan batang otak akan menimbulkan pergerakkan mengunyah yang ritmis. Kebanyakan proses mengunyah disebabkan oleh suatu refleks mengunyah, yaitu adanya bolus makanan di dalam mulut pada awalnya menimbulkan penghambat refleks otot untuk mengunyah, yang menyebabkan rahang bawah turun ke bawah. Penurunan ini menimbulkan refleks regang pada otot-otot rahang bawah yang menimbulkan kontraksi rebound. Keadaan ini secara otomatis mengangkat rahang bawah yang menimbulkan pengatupan gigi, tetapi juga menekan bolus melawan dinding mulut, yang menghambat otot rahang bawah sekali lagi, menyebabkan rahang bawah turun, dan kembali rebound pada saat yang lain. Hal ini terjadi berulang-ulang. Mengunyah makanan penting terutama untuk sayuran dan buah-buahan karena zat ini mempunyai membran selulosa yang tidak mudah dicerna. Selain itu mengunyah juga membantu pencernaan makanan dengan adanya enzim-enzim pencernaan yang hanya bekerja pada permukaan partikel makanan.

Menelan atau deglutisi :
Faring digunakan untuk membantu fungsi pernapasan dan menelan. Faring diubah hanya dalam beberapa detik untuk menjadi traktus untuk mendorong masuk makanan. Respirasi tidak terganggu karena adanya proses menelan.
Pada umumnya menelan dapat dibagi menjadi :
1.     Tahap volunter
Bila makanan sudah siap ditelan , “secara sadar” makanan ditekan atau digulung ke arah posterior ke dalam faring oleh tekanan lidah ke atas dan ke belakang terhadap palatum.

2.     Tahap faringeal
Sewaktu bolus memasuki bagian posterior mulut dan faring, bolus merangsang daerah epitel reseptor menelan di sekeliling pintu faring. Sinyal-sinyal dari sini berjalan ke batang otak untuk mencetuskan serangkaian kontraksi otot faringeal secara otomatis sebagai berikut :
-        Palatum mole tertarik ke atas untuk menutupi nares posterior, untuk mencegah refluks makanan ke rongga hidung.
-        Lipatan palatofaringeal pada setiap sisi faring tertarik ke arah medial untuk saling mendekat satu sama lain. Lipatan tersebut membentuk celah sagital yang harus dilewati oleh makanan untuk masuk ke dalam faring posterior.
-        Pita suara laring menjadi sangat berdekatan dan laring tertarik ke atas dan anterior oleh otot-otot leher. Hal ini, digabungkan dengan adanya ligamen yang mencegah pergerakkan epliglotis ke atas, menyebabkan  epiglottis bergerak ke belakang di atas pembukaan laring. Seluruh efek ini bekerja bersama mencegah masuknya makanan ke dalam hidung dan trakea.
-        Gerakan laring ke atas juga menarik dan melebarkan pembukaan ke esofagus. Pada saat yang bersamaan, 3-4 sentimeter di atas dinding otot esofagus yang dinamakan sfingter esofagus atas (sfingter faringesofageal) berelaksasi, sehingga makanan dapat bergerak dengan mudah  dan bebas dari faring posterior ke dalam esofagus bagian atas. Di antara penelanan, sfingter ini tetap berkontraksi kuat, sehingga mencegah udara masuk ke dalam esofagus selama respirasi. Gerakan larign ke atas juga mengangkat glotis keluar dari jalan utama makanan, sehingga makanan terutama hanya melewati setiap sisi epiglotis.
-        Setelah laring terangkat dan sfingter faringesofageal mengalami relaksasi, seluruh otot dinding faring berkontraksi, mulai dari bagian superior faring, lalu menyebar ke bawah melintasi daerah faring media dan inferior, yang mendorong makanan ke dalam esofagus melalui proses peristaltik.
Sebagai ringkasan : trakea tertutup, esofagus terbuka, dan suatu gelombang peristaltik cepat diteruskan oleh sistem saraf faring mendorong bolus makanan ke dalam esofagus bagian atas. Seluruh proses terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik.
3.     Tahap esofageal
Esofagus berfungsi sebagai penyaluran makanan secara cepat dari faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi tersebut.
Terdapat dua gerakan peristaltik pada esofagus, yaitu : peristaltik primer dan peristaltik sekunder.
Peristaltik primer merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltik yang dimulai dari faring dan menyebar ke esofagus selama tahap faringeal dari proses menelan. Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung dalam waktu sekitar 8-10 detik. Makanan yang ditelan dihantarkan ke ujung bawah esofagus sekitar 5-8 detik akibat adanya gravitasi.
Jika gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua makanan ,terjadi gelombang peristaltik sekunder. Gelombang ini terus berlanjut sampai semua makanan dikosongkan ke dalam lambung. Gelombang peristaltik sekunder sebagian dimulai oleh sirkuit saraf intrinsik dalam sistem saraf mienterikus dan sebagian oleh refleks-refleks.

Fungsi motorik lambung :
1.     Penyimpanan sejumlah besar makanan sampai makanan dapat diproses di dalam lambung, duodenum, dan traktus intestinal bawah.
2.     Pencampuran makanan dengan sekresi dari lambung sampai membentuk suatu campuran setengah cair yang disebut kimus.
3.     Pengosongan kimus dengan lambat dari lambung ke dalam usus halus pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi yang tepat oleh usus halus.
Fungsi penyimpanan lambung :
Sewaktu makanan masuk ke dalam lambung, makanan membentuk lingkaran konsentris di bagian oral lambung. Makanan yang paling baru paling dekat dengan dinding luar lambung. Normalnya bila makanan meregangkan lambung, refleks vasofagal dari lambung ke batang otak dan kemudian kembali ke lambung akan mengurangi tonus di dalam dinding otot korpus lambung sehingga dinding menonjol keluar secara progresif, menampung jumlah makanan yang makin lama makin banyak sampai suatu batas saat lambung berelaksasi sempurna, yaitu 0,8 sampai 1,5 liter.
Pengosongan lambung :
Kecepatan pengosongan lambung diatur oleh sinyal dari lambung dan duodenum. Kontrol yang penting adalah impuls umpan balik dari duodenum, baik enterogastrik refleks maupun hormonal. Impuls umpan balik akan memperlambat kecepatan pengosongan lambung, seperti pada keadaan :
Usus halus telah terisi penuh oleh kimus ; kimus usus halus terlalu asam, bersifat hipotonik atau hipertonik; mengandung banyak hasil pemecahan protein atau lemak.

Pergerakkan usus halus :
1.     Kontraksi pencampuran
Bila bagian tertentu usus halus teregang oleh kimus, peregangan dinding usus menimbulkan kontraksi konsentris lokal dengan jarak interval tertentu sepanjang usus dan berlangsung sesaat dalam semenit. Kontraksi membagi usus menjadi segmen-segmen ruang yang mempunyai bentuk rantai sosis. Bila suatu rangkaian kontraksi segmentasi berelaksasi, sering timbul satu rangkaian baru, tetapi kontraksi kali ini terjadi terutama pada titik baru di antara kontraksi-kontraksi sebelumnya. Kontraksi segmentasi “memotong” kimus sekitar 2-3 kali permenit.
2.     Gerakan propulsif
Gelombang peristaltik mendorong kimus melalui usus halus. Gelombang ini lemah dan biasanyan berhenti setelah menempuh jarak 3-5 sentimeter, kimus akan bergerak rata-rata 1 sentimeter/ menit. Perbedaan di antara gerakan mencampur dan mengaduk tidak sejelas yang disebutkan di atas, karena gerakan segmentasi selain mengaduk juga membantu mendorong. Sebaliknya gerakan peristaltik selain mendorong makanan juga membantu pencampuran.

Pergerakkan usus besar atau kolon :
Fungsi utama kolon :
-        Absorpsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk feses yang padat.
-        Penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan.
Setengah bagian proksimal kolon, terutama berhubungan dengan absorpsi, dan setengah bagian distal berhubungan dengan penyimpanan. Karena tidak diperlukan pergerakkan kuat dari dinding kolon untuk fungsi ini, maka pergerakkan kolon secara normal sangat lambat.

Gerakan mencampur, haustrasi :
Melalui cara yang sama dengan gerakan segmentasi pada usus halus, kontriksi sirkular yang besar terjadi di dalam usus besar. Pada setiap kontraksi ini, kira-kira 2,5 sentimeter otot sirkular akan berkontraksi, kadang menyempitkan lumen kolon sampai hampir tersumbat. Pada saat yang sama, otot longitudinal kolon, yang terkumpul menjadi tiga pita longitudinal yang disebut taenia coli, akan berkontraksi. Kontraksi gabungan dari pita otot sirkular dan longitudinal menyebabkan bagian usus besar yang tidak terangsang menonjol ke luar memberikan bentuk berupa kantung yang disebut haustrasi.

Gerakan mendorong, pergerakkan massa :
Butuh waktu 8-15 jam untuk menggerakaan kimus dari katup ileosekal ke kolon, sementara kimusnya sendiri menjadi feses dengan karakterisitik lumpur setengah padat bukan lagi setengah cair. Dari sekum sampai sigmoid, pergerakkan massa dapat mengambil alih peran pendorongan untuk beberapa menit dalam satu waktu. Gerakan ini biasanya hanya terjadi 1-3 kali setiap hari pada kebanyakan orang, terutama untuk kira-kira 15 menit selama jam pertama sesudah makan pagi. Pergerakkan massa adalah jenis peristaltik yang dimodifikasi, yang ditandai oleh rangkaian peristiwa sebagai berikut :
-        Timbul cincin kontraksi pada tempat yang teregang biasanya pada kolon transversum.
-        Dengan cepat kolon (20 sentimeter), pada bagian distal cincin kontraksi akan kehilangan haustrasinya dan berkontraksi sebagai satu unit, mendorong maju materi feses pada segmen ini sekaligus untuk lebih menuruni kolon.
Satu rangkaian pergerakkan massa biasanya menetap selama 10-30 menit. Lalu mereda dan mungkin timbul kembali setengah hari kemudian. Bila pergerakkan sudah mendorong massa feses ke dalam rektum, akan terasa keinginan untuk defekasi.

Defekasi :
Dimulai dengan refleks defekasi intrinsik, akan tetapi fungsi defekasi ini relatif lemah. Agar menjadi lebih efektif dalam menimbulkan defekasi, harus diperkuat oleh refleks defekasi parasimpatis, refleks defekasi parasimpatis berpusat di segmen sacral medulla spinalis, sinyal-sinyal parasimpatis sangat memperkuat gelombang peristaltik di dalam colon descenden, sigmoid, dan rektum yang mendorong feses ke anus dan merelaksasikan sfingter ani internus, dengan demikian mengubah refluks defekasi intrinsik dari suatu gerakan yang lemah menjadi suatu proses defekasi yang kuat.

Pencernaan berbagai makanan melalui hidrolisis :
1.     Hidrolisis karbohidrat
Hampir semua karbohidrat berbentuk polisakarida atau disakarida. Bila karbohidrat dicernakan maka akan menjadi bentuk monosakarida. Pencernaan ini dibantu juga oleh enzim-enzim seperti ptyalin, amilase pankreas, maltase, alfa dekstrinase, laktase, sukrase.
2.     Hidrolisi protein
Protein dibentuk dari beberapa asam amino yang saling berikatan bersama-sama melalui ikatan peptida. Semua enzim perncernaan merupakan protein. Karakteristik dari masing-masing protein ditentukan oleh jenis asam aminonya dalam molekul protein dan oleh susunan urutan asam-asam amino. Dibantu oleh enzim-enzim proteolitik, yaitu : pepsin, tripsin, kimotripsin, karboksifolipeptidase, proelastase.
3.     Hidrolisis lemak
Hampir semua gugus lemak terdiri dari trigliserida, gabungan dari tiga molekul asam lemak yang berkondensasi dengan satu molekul gliserol. Dibantu oleh enzim : lipase, lipase pankreas. Dibantu juga oleh getah empedu.

Absorpsi dalam usus halus :
Absorpsi usus halus setiap hari terdiri atas beberapa ratus gram karbohidrat, 100 gram atau lebih lemak, 50 sampai 100 gram asam amino, 50 samapi 100 gram ion, dan 7 sampai 8 liter air. Usus besar masih dapat mengabsorbsi air dan ion tambahan ,walaupun sedikit sekali mengandung zat nutrisi.
Absorpsi air. Air ditranspor melalui membran usus seluruhnya melalui proses difusi. Selanjutnya difusi ini mengikuti hukum osmosis yang biasa. Oleh karena itu, bila kimus cukup encer, air diabsorpsi melalui mukosa usus ke dalam darah vili hampir seluruhnya melalui osmosis. Sebaliknya, air juga dapat ditranspor ke arah yang berlawanan, dari plasma ke dalam kimus. Keadaan ini terutama terjadi bila larutan hiperosmotik dilepaskan dari lambung masuk ke dalam duodenum. Dalam beberapa menit, sejumlah air akan dihantarkan melalui osmosis untuk membuat kimus iso osmotik dengan plasma.
Absorpsi ion :
Transpor aktif natrium à 20-30 natrium disekresikan melalui sekresi usus setiap harinya. Setiap harinya kebanyakan orang makan 5-8 gram natrium setiap hari. Karenanya, untuk mencegah kehilangan netto natrium ke dalam feses, usus halus mengabsorpsi 25-35 gram natrium setiap harinya. Tenaga penggerak absorpsi natrium disediakan oleh transpor aktif natrium dari dalam sel epitel melalui bagian basal dan sisi dinding sel masuk ke dalam ruang paraselular. Proses ini memerlukan energi. Sebagian dari natrium diabsorpsi bersama dengan ion klorida. Sebenarnya ion klorida bermuatan negatif terutama secara pasif ditarik oleh muatan listik positif ion natrium. Transpor aktif natrium melalui membran basolateral sel mengurangi konsentrasi natrium di dalam sel sampai ke nilai yang rendah (kira-kira 50 mEq/L). Karena konsentrasi natrium dalam kimus rata-rata 142 mEq/L maka natrium bergerak menuruni gradien elektrokimia yang tinggi dari kimus melalui brush border sel epitel , masuk ke sitoplasma sel. Hal ini memungkinkan lebih banyak ion natrium yang dapat ditranspor oleh sel epitel masuk ke dalam ruang paraselular.
Absorpsi karbohidrat :
Pada keadaan tidak ada transpor natrium melewati membran usus, sebenarnya tidak ada glukosa yang diabsorpsi. Alasannya adalah bahwa penyerapan glukosa terjadi dalam suatu bentuk ko-transpor dengan transpor aktif natrium. Ada dua tingkat transpor natrium. Pertama adalah dengan transport aktif. Kedua adalah dengan penurunan natrium di dalam sel yang menyebabkan natrium dari lumen usus bergerak melewati brush border sel epitel ke bagian dalam sel melalui difusi terfasilitasi. Yaitu, ion natrium bergabung dengan suatu protein transpor, tetapi protein transpor tidak akan mentranspor natrium ke dalam sel sampai protein itu sendiri bergaung dengan beberapa zat lain seperti glukosa. Jadi, konsentrasi natrium yang rendah di dalam sel yang “menarik” natrium ke bagian dalam sel dan glukosa ikut masuk bersama dengannya. Sekali berada di dalam sel epitel, protein transpor dan enzim-enzim menyebabkan difusi terfasilitasi dari glukosa melalui membran basolateral dan masuk ke darah.
Absorpsi protein :
Kebanyakan protein diserap dalam bentuk dipeptida, tripeptida, dan beberapa asam amino bebas. Sebagian besar energi untuk transpor ini disuplai oleh mekanisme kotranspor natrium dengan cara yang sama dengan kotranspor natrium glukosa. Kebanyakan peptida atau molekul asam amino bergabung dalam membran mikrovilus sel dengan suatu protein transpor khusus yang membutuhkan penggabungan dengan natrium sebelum transpor dapat terjadi. Setelah bergabung, ion natrium kemudian bergerak melewati gradien elektrokimianya ke bagian dalam sel dan menarik asam amino atau peptida bersama dengannya. Ini disebut sebagai kotranspor asam amino dan peptida. Beberapa asam amino tidak memerlukan mekanisme ko transpor natrium ini, tetapi ditranspor oleh protein transpor membran khusus dengan difusi terfasilitasi.
Absorpsi lemak :
Asam lemak, monogliserida, dengan garam empedu akan membentuk micelles. Setibanya di permukaan brush border microvilli, asam lemak, dan monogliserida berdifusi masuk ke dalam sel epitel intestinum, selanjutnya akan dibentuk kembali menjadi trigliserida dalam sel epitel. Trigliserida bersama fosfolipid dan kolesterol membentuk kilomikrons yang selanjutnya dengan proses eksositosis masuk ke ruang interselular, menuju aliran limfe melalui central lacteal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar