Anatomi Embriologi Umum
Minggu ke-1
*Fertilisasi
*Pembelahan
zygote : mitosis berulang menghasilkan blastomeres yang menjadi lebih kecil di setiap pembelahan
*Pembentukan
blastocyt : Muncul blastocystic cavity-suatu ruangan berisi cairan muncul dalam
morula.
- Outer cell layer tipis disebut
trophoblast à embrionik placenta
- Inner cell mass yang akan menjadi
embrio à embryoblast
*implantasi
Minggu ke-2 à Pembentukan
Cakram Mudigah Bilaminar
*Penyelesaian implantasi à endometrium
uterus
-Cytotrophoblast, selapis sel yang aktif
bermitosis membentuk sel-sel baru yang
bermigrasi ke dalam syncytiotrophoblast
-Syncytiotrophoblast à mengikis
endometrium
*Pembentukan Amniotic Cavity,Cakram
Mudigah dan Umbilical Vesicle
-Amniotic Cavity à Ruang kecil
dalam embryoblast
-Embryoblast à berubah jadi
embryonic disc (cakram mudigah) yang terdiri dari 2 lapisan
-Juga terbentuk Primary umbilical vesicle
*Perkembangan
Chorionic SAC
-Munculnya Primary Chorionic Villi (akhir
minggu ke-2)
-Cytotrophoblastic cells à (proliferasi) ke
dalam syncytiotrophoblast
-Extraembryonic coelem diubah jadi 2
lapisan
~extraembryonic somatic mesoderm.
Membatasi trophoblast dan emnutupi amnion
~extraembryonic splachnic mesoderm,
mengelilingi umbilical vesicle
Baru terbentuk
(14 Hari) : Berbentuk Cakram Mudigah bilaminar datar, sel-sel hypoblast menjadi
kolumnar dan membentuk daerah sirkular yang menebal-prechordal plate, yang
merupakan tempat bakal mulut dan organisator kepala
Minggu ke-3 à Perkembangan lapisan germinal dan permulaan diferensiasi
jaringan dan organ
Ditandai
: - munculnya primitive steak
-
perkembangan notochord
-
diferensiasi 3 lapisan germinal
*gastrulasi
à pembentukan 3 lapisan germinal
*primitive
streak à membentuk mesoderm hingga permulaan
minggu ke-4
*notochordal
process dan notochord à membentuk pita
sel di garis tengah à notochord
*allantois
à (16 hari) diverticulum kecil
berbentuk sosis dr dinding
Caudalis umbilical vesicle ke
connecting stalk
*neurulasi
à lengkap setelah penutupan caudal
neuropore
Neural plate dan neural tube
*pembentukan
neural crest à peralihan sel
neural tube & plate
*perkembangan
somit à muncul pada bakal regio occipitalis
*perkembangan
intraembryonic coelom à terbagi jadi 3 cavitas pericardiaca,
pleuralis, peritonealis
*perkembangan
awal
Systema cardiovasculare
Systema cardiovasculare primordial à Jantung dan
pembuluh darah besar à sel mesenkim
pada daerah kardiogenik
Perkembangan Chorionic Villi à mesenkim tumbuh
ke dalam primary chorionic villi à inti jaringan mesenkim
Minggu ke-4
sampai 8 à Periode ORGANOGENESIS
*Fase
perkembangan embrio :
-pertumbuhan, pembelahan dan
perluasan
-morfogenesis
-diferensiasi
*Pelipatan
embrio
Pelipatan embrio planum medianum :
lipatan ujung2 embrio ke ventralis menghasilkan lipatan ekor yang terjadi
akibat daerah cranialis dan caudal bergerak ke arah ventralis sementara embrio
ke arah cranialis dan caudalis
Lipatan kepala :
Daerah cranialis membentuk primordium
encephalon
Lipatan ekor :
Dari pertumbuhan bagian distalis
neural tube-primordium medulla spinalis
Pelipatan embrio planum horizontale
:
Menghasilkan lateral folds kanan dan
kiri disebabkan oleh pertumbuhan medula spinalis dan somites
Turunan lapisan germinal :sel dari tiap
lapisan membelah, bermigrasi, beragregasi dan berdiferensiasi dngan pola
yang tepat dalam membentuk sistem organ.
KONTROL PERKEMBANGAN EMBRIO (minggu 4-8):
Minggu ke-4 : permukaan menyolok
Minggu ke-5 : perkembangan cepat otak
dan facial prominences
Minggu ke-6 : respon reflex pada
sentuhan
Minggu ke-7 : digital rays dan
handplates
Minggu ke-8 : jari tangan sudah
terpisah (walaupun ada web)
Minggu ke-9
sampai LAHIR
PERIODE FETAL :
Trimester I à sistem utama
berkembang
II à detail anatomik
sudah dapat dilihat dengan USG
III
à dapat bertahan jika prematur
*Minggu
ke 9-12 à kepala terbentukm pertumbuhan panjang
badan meningkat cepat disproporsional.
*Minggu
ke 13-16 à membrum inferius
memanjang
*Minggu
ke 17-20 à pertumbuhan
melambat. Venix caseosa melindungi kulit halus fetus dari abrasi, merekah, dan
mengeras akibat paparan terhadap cairan amnion
*Minggu
ke 21-25 à kulit keriput
dan lebih transulen, berat badan bertambah, proporsional. Kulit berwarna pink.
*Minggu
ke 26-29 à prematur dapat
lahir normal dengan perawatan intensif. Pulmoner dan vaskulatur paru cukup
berkembang. Sistem saraf pusat pun matur.
*Minggu
ke 30-34 à reflex cahaya
pupil mata, membrum superius dan inferius tampak gemuk.
*Minggu
ke 35-38 à orientasi
spontan terhadap cahaya (genggaman kuat). Fungsi integratif. Siap menghadapi
kelahiran.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBAKAN BIRTH DEFECT
·
GENETIK
Sindrom
Turner, dengan kariotipe (22AA+X0). Jumlah kromosomnya 45
dan kehilangan 1 kromosom kelamin. Penderita Sindrom Turner berjenis kelamin
wanita, namun ovumnya tidak berkembang (ovaricular disgenesis).
Sindrom
Klinefelter, kariotipe (22 AA+XXY), mengalami trisomik pada
kromosom gonosom. Penderita Sindrom Klinefelter berjenis kelamin laki-laki,
namun testisnya tidak berkembang (testicular disgenesis) sehingga tidak bisa
menghasilkan sperma (aspermia) dan mandul (gynaecomastis) serta payudaranya
tumbuh.
Sindrom
Jacobs, monosomik pada kromosom gonosom. Penderita sindrom
ini umumnya berwajah kriminal, suka menusuk-nusuk mata dengan benda tajam,
seperti pensil,dll dan juga sering berbuat kriminal. Penelitian di luar negeri
mengatakan bahwa sebagian besar orang-orang yang masuk penjara adalah
orang-orang yang menderita Sindrom Jacobs.
Sindrom
Patau, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada kromosom
autosom. kromosom autosomnya mengalami kelainan pada kromosom nomor 13, 14,
atau 15.
Sindrom
Edward, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada autosom.
Autosom mengalami kelainan pada kromosom nomor 16,17, atau 18. Penderita
sindrom ini mempunyai tengkorak lonjong, bahu lebar pendek, telinga agak ke
bawah dan tidak wajar.
·
LINGKUNGAN
Virus :
T =
toxoplasmosis atau toxoplasma gondii
O = Other
infections (Hepatitis B, syphilis)
R = Rubella
C = cytomegalovirus (human herpes virus 5)
H = Herpes simplex virus
R = Rubella
C = cytomegalovirus (human herpes virus 5)
H = Herpes simplex virus
Agen fisik
Sinar x :
mikrosefalus, spina bifida, langit-langit sumbing, cacat extremitas
Hipertermia
: Anensefalus, spina bifida, retardasi mental, cacat wajah, kelainan jantung,
omfolakel, cacat extremitas
Bahan kimia
Talidomid :
Cacat extremitas, malformasi jantung
Phenytoin :
Fetal hydantoin syndrome
Kokain :
retardasi pertumbuhan, mikrosefalus, kelainan perilaku, gastroskisis
Alkohol :
sindrom alkohol janin
Hormon
Diabetes Ibu
: berbagai malformasi; tersering cacatjantung dan tabung saraf
Obesitas Ibu
: cacat jantung, omfolakel
Farmakokinetik
Didalam respon seorang penderita
terhadap suatu obat dapat dipengaruhi oleh 2 faktor penting yaitu Farmakodinamik
dan Farmakokinetik, farmakodinamik ini merupakan bagian ilmu
farmakologi yang mempelajari efek fisiologik dan biokimiawi obat terhadap
berbagai jaringan tubuh yang sakit maupun sehat serta mekanisme kerjanya.
Sedangan farmakokinetik merupakan
bagian ilmu farmakologi yang cenderung mempelajari tentang nasib dan perjalanan
obat didalam tubuh dari obat itu diminum hingga mencapai tempat kerja obat itu.
Farmakokinetik
mempunyai empat tahapan, yaitu Absorpsi, Distribusi, metabolisme dan Ekskresi
yang biasa disebut dengan ADME. Absorpsi
Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian ke dalam sirkulasi sistemik (sirkulasi darah). kecepatan absorpsi obat imi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
* Cara pemberian obat ( Oral, Sublingual, salep, melalui pernafasan, dll)
* kelarutan obat dalam lemak
* Derajat disosiasi
* Ukuran partikel atau berat molekul
* Vaskularisasi daerah absorpsi
* Luas daerah absorpsi
Khususnya untuk obat yang melalui oral, selain dipengarui oleh sifat-sifat tersebut di atas, absorpsinya juga dipengaruhi oleh faktor fisiologis (karena ada dalam keadaan stress biasanya sistem pencernaan kita akan terganggu, maka dari itu sebelum terjadi absorpsi obat sudah terlebih dahulu keluar bersama feses), sifat fisikokimia, dan bentuk sediaan obat.
pada pemberian melalui oral, obat yang larut dalam lemak lebih mudah diabsorpsi dibanding dengan yang kurang larut dalam lemak. absorpsi obat terjati apabila berupa partikel kecil, yaitu setelah obat mengalami disintegrasi dari bentuk semula di tempat absorpsinya. Sifat kimia yang mempengarui kecepatan absorpsi adalah pk dan pH tempat absorbsi.
Distribusi
Setelah obat diabsorpsi dan masuk di sistem sirkulasi darah, maka akan didistribusikan ke dalam berbagai ruang tubuh. Faktor yang mempengarui atau menentukan distribusi obat adalah Ikatan dengan protein plasma, aliran darah, perpindahan lewat membran dan kelarutan di dalam jaringan. Apabila obat terikat kuat dengan protein plasma, obat bisa tetap berada dalam ruang vaskuler sampai di buang. jadi tidak akan dapat menimbulkan efek. sedangkan obat yang tidak berikatan dengan protein plasma atau yang bebas dapat menembus membran biologis dan berefek.
Khusus untuk distribusi obat ke dalam SSP ( susunan Saraf Pusat), maka obat harus dapat menembus sawar darah otak. sehingga distribusi ini sangat ditentukan dan sebanding dengan kelarutan bentuk non-ion obat dalam lemak. pada sawar plasenta, hanya obat-obat yang berat molekulnya rendah yang dapat menembus.
Metabolisme
Merupakan proses perubahan struktur kimia obat yang etrjadi di dalam tubuh dandi katalis oleh enzim yang bertujuan untuk mengakhiri efek farmakologik atau efek toksik suatu obat. Caranya adalah dengan mengubah obat yang tadinya lipofilik menjadi hidrofilik, yang tadinya non-polar menjadi polar. proses metabolisme biasanya terjadi di hepar dengan bantuan enzim-enzim metabolisme, yaitu enzim mikrosom dan non-mikrosom.
Eksresi
Pengeluaran obat melalui oragan ekresi itu dapt dalam bentuk metabolit hasil metabolisme, tapi juga dapt dalam bentuk asalnya. obat yang larut dalam air (hidrofilik) lebih cepat diekskresi dibanding dengan obat yang larut dalam lemak (lipofilik), hal itu tidak dipakai pada saat ekskresi lewat paru-paru.
Organ ekskresi utama adalah ginjal dengan melibatkan 3 proses yaitu: filtrasi glomerulus, sekresi aktif tubulus proksimal dan reabsorsi pasif tubulus distal. untuk obat tertentu, saliva dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat.
Proses-proses farmakokinetik obat dalam tubuh terjadi secara simultan, artinya proses metabolisme dan ekskresi dapat terjadi ketika proses absorpsi sedang berlangsung, jadi tidak perlu menunggu proses absorpsi selesai.
Kategori Obat dan
Contoh Obat yang Aman
Kategori A
Yang
termasuk dalam kategori ini adalah obat-obat yang telah banyak digunakan oleh
wanita hamil tanpa disertai kenaikan frekuensi malformasi janin atau pengaruh
buruk lainnya. Obat-obat yang termasuk dalam kategori A antara lain adalah
parasetamol, penisilin, eritromisin, glikosida jantung, isoniazid serta
bahan-bahan hemopoetik
seperti
besi dan asam folat.
Kategori B
Obat
kategori B meliputi obat-obat yang pengalaman pemakainya pada wanita hamil
masih terbatas, tetapi tidak terbukti meningkatkan frekuensi malformasi atau
pengaruh buruk lainnya pada janin. Mengingat terbatasnya pengalaman pemakaian
pada wanita hamil, maka obat-obat kategori B dibagi lagi berdasarkan
temuan-temuan pada studi toksikologi pada hewan, yaitu:
B1: Dari
penelitian pada hewan tidak terbukti meningkatnya kejadian kerusakan janin
(fetal damage). Contoh obat-obat yang termasuk pada kelompok ini misalnya
simetidin, dipiridamol, dan spektinomisin.
B2: Data
dari penilitian pada hewan belum memadai, tetapi ada petunjuk tidak
meningkatnya kejadian kerusakan janin. Contoh obat-obat yang masuk dalam
kategori
ini adalah tikarsilin, amfoterisin, dopamin, asetilkistein, dan alkaloid
belladona
Daftar Obat Bebas Terbatas
Yang Relatif Aman
* Obat alergi: obat semprot hidung seperti Nasonex, serta antihistamin seperti Benadryl
* Obat anti-mual (antinausea): Vitamin B6 (sampai 100 mg/hari), serta produk lainnya seperti Dramamine dan Antimo
* Obat Konstipasi (sembelit): pelunak feses seperti Maalox
* Obat sakit Maag: antasida, seperti Gelusil dan Maalox
* Multivitamin: banyak sekali macamnya, sebaiknya mengkonsumsi produk vitamin yang diformulasikan khusus untuk wanita hamil dan menyusui.
* Pengurang rasa sakit: Acetaminophen atau Tylenol
* Anti jamur: Canesten
* Obat alergi: obat semprot hidung seperti Nasonex, serta antihistamin seperti Benadryl
* Obat anti-mual (antinausea): Vitamin B6 (sampai 100 mg/hari), serta produk lainnya seperti Dramamine dan Antimo
* Obat Konstipasi (sembelit): pelunak feses seperti Maalox
* Obat sakit Maag: antasida, seperti Gelusil dan Maalox
* Multivitamin: banyak sekali macamnya, sebaiknya mengkonsumsi produk vitamin yang diformulasikan khusus untuk wanita hamil dan menyusui.
* Pengurang rasa sakit: Acetaminophen atau Tylenol
* Anti jamur: Canesten
Daftar Obat Resep Yang
Relatif Aman
* Antibiotik: golongan penicillin (misalnya Amoxicillin), cephalosporin, erythromycin, clindamycin
* Obat Asma: obat inhalasi, seperti inhalasi yang mengandung steroid
* Antasida & Anti-ulkus: misalnya Zantac dan Ulsafate
* Antidepresan: obat golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) seperti Prozac dan Zolofit; juga golongan trisiklik antidepresan seperti imipramine (dengan merk dagang Tofranil) serta amitriptyline
* Obat Hipertensi: golongan metildopa
* Antibiotik: Tetracycline dan doxycycline (hindari pemakaian setelah trimester pertama), streptomycin, dan kanamycin
* Anti-kejang: Carbamazepine (dengan merk dagang Tegretol)
* Obat Migren: Golongan ergotamin seperti Cafergot
* Antibiotik: golongan penicillin (misalnya Amoxicillin), cephalosporin, erythromycin, clindamycin
* Obat Asma: obat inhalasi, seperti inhalasi yang mengandung steroid
* Antasida & Anti-ulkus: misalnya Zantac dan Ulsafate
* Antidepresan: obat golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) seperti Prozac dan Zolofit; juga golongan trisiklik antidepresan seperti imipramine (dengan merk dagang Tofranil) serta amitriptyline
* Obat Hipertensi: golongan metildopa
* Antibiotik: Tetracycline dan doxycycline (hindari pemakaian setelah trimester pertama), streptomycin, dan kanamycin
* Anti-kejang: Carbamazepine (dengan merk dagang Tegretol)
* Obat Migren: Golongan ergotamin seperti Cafergot
Cara/Rute Pemberian Obat
Rute pemberian obat ditentukan oleh
sifat obat (seperti kelarutannya dalam air atau lipid,ionosasi, dan sebagainya)
dan oleh tujuan terapi. Terdapat dua rute pemberian obat yang utama, yaitu
eteral dan parenteral.
1. Enteral
a. Oral (per oral)
Cara pemberian yang paling sering karena mudan
dan sederhana, relatif aman dan murah. Beberapa obat diabsorpsi di lambung,
namun duodenum sering merupakan jalan masuk utama sirkulasi sistemik karena
permukaan absorpsinya lebih besar. Metabolisme langkah pertama oleh usus atau
hati membatasi efikasi banyak obat ketika diminum per oral. Makanan dalam
lambung memperlambat waktu pengosongan lambung sehingga obat dihancurkan oleh
asam. Pada usus luas permukaan penyerapan memungkinkan penyerapan (absorpsi)
dapat lebih cepat dan sempurna, karena dicapai melalui lipatan mukosa, jonjot
mukosa, dan kripta mukosa serta mikrovili.
Kekurangannya :
– Dapat mengiritasi saluran cerna
– Perlu kerjasama dengan penderita
– Tidak dapat dilakukan saat pasien koma
b. Sublingual
Absorpsinya baik melalui jaringan di bawah
lidah. Obat-obat ini mudah diberikan sendiri. Karena tidak melalui lambung,
sifat kelabilan dalam asam dan permeabilitas usus tidak perlu dipikirkan.
Penempatan di bawah lidah memungkinkan obat
berdifusi ke dalam anyaman kapiler dan secara langsung masuk ke dalam sirkulasi
sistemik. Keuntungannya adalah obat melakukan bypass melewati usus dan hati dan
tidak diinaktivasi oleh metabolisme. Pemberian ini hanya mungkin untuk obat yg
dapat diabsorpsi dengan mudah dan tidak untuk obat yang memiliki rasa tidak
enak.
c. Rektal
Lima puluh persen aliran darah dari rektum
memintas sirkulasi portal (melalui hati ß biasanya pada rute oral), sehingga
biotransfortasi obat oleh hati dikurangi. Absorbsinya kurang optimal karena
obat baru akan diabsorbsi setelah mencapai 2/3 bagian bawah rektum. Bagian obat
yang diabsorpsi dalam 2/3 bagian bawah rektum langsung mencapai vena cava
inferior dan tidak melalui vena porta. Keuntungan pemberian melalui rektal
(juga sublingual) dl mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau pH dalam
lambung. Rute rektal juga berguna untuk obat yang menginduksi muntah jika
diberikan secara oral atau jika penderita mengalami muntah-muntah.
2. Parenteral
Pemberian obat melalui suntikan atau infuse.
Keuntungan pemberian obat dengan cara
parenteral :
•
Efeknya timbul
lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral
•
Dapat diberikan
pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar, atau muntah-muntah
•
Sangat berguna
dalam keadaan darurat.
Kerugian pemberian obat dengan cara parenteral
:
• Dibutuhkan cara asepsis
• Menyebabkan rasa nyeri, resiko infeksi &
iritasi lokal
• Sulit dilakukan oleh pasien sendiri
• Kurang ekonomis.
Cara perenteral dibedakan jadi beberapa jenis,
diantaranya:
a. Intravaskular (I.v)
Tidak mengalami absorpsi tetapi langsung masuk
ke dalam sirkulasi sistemik, sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara
capat, tepat, dan dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita.
Kerugiannya adalah mudah tercapai efek toksik karena kadar obat yang tinggi
segera mencapai darah dan jaringan, dan obat tidak dapat ditarik kembali.
b. Intramuskular (i.m)
Obat disuntikkan melalui dinding kapiler untuk
memasuki aliran darah. Kecepatan absorbsi bergantung formulasi obat(preparat
yang larut dalam lemak diabsorbsi dengan lambat, yang larut dalam air
diabsorbsi cepat.Dapat diberikan sendiri oleh pasien-pasien yang sudah dilatih.
c. Subkutan (s.c)
pemberian obat melalui bawah kulit, hanya
boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Absorpsinya
biasanya terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama.
Pemakaian ke dalam organ dalaman, secara
parenteral dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Tanpa melalui proses absorpsi
Ke dalam jantung : intra cardinal
Ke dalam arteri : intra arteri
Ke dalam vena : intra vena
Ke dalam kantung lumbar : intra lumbar
Ke dalam ruang serebrospinal : intra tekal
2) Melalui suatu proses absorpsi
Ke dalam kulit : intra kutan
Ke dalam otot : intra muscular
Ke dalam rongga perut : intra peritoneal,
tidka dilakukan pada manusia karena bahaya infeksi dan adhesi terllau besar.
Cara lain :
1. Inhalasi:
Pemberian
obat melalui saluran pernafasan dalam bentuk partikel-partikel gas.
ü Digunakan untuk teknik anestesi pada
pembedahan atau untuk mengatasi gangguan pernafasan.
ü Mempunyai efek yang cepat terhadap kerj
aparu-paru dan mempengaruhi sirkulasi oksigen di seluruh tubuh.
ü Dalam dosis terukur,cocok untuk pemberian
sendiri.
2. Topikal
Pemberian
obat dengan cara dioleskan pada permukaan kulit . Berguna untuk pemberian
obat-obatan lokal, khususnya yang mempunyai efek toksik jika diberikan
sistemik. Paling banyak digunakan untuk preparat dermatologi dan ophtalmologi.
Obatnya
dalam bentuk krim, lotion, salep. Hal ini dilakukan dengan tujuan melakukan
perawatan kulit atau luka, atau menurunkan gejala gangguan kulit yang terjadi
(contoh : lotion). Krim, dapat mengandung zat anti fungal (jamur),
kortikosteorid, atau antibiotic yang dioleskan pada kulit dengan menggunakan
kapas lidi steril. Sedangkan salep, dapat digunakan untuk melindungi kulit dari
iritasi atau laserasi kulit akibat kelembaban kulit pada kasus inkontenansia
urin atau fekal.
3. Transdermal
Obat yang
dirancang untuk larut kedalam kulit untuk mendapatkan efek sistemik. Tersedia
dalam bentuk lembaran. Lembaran obat tersebut dibuat dengan membran khusus yang
membuat zat obat menyerap perlahan kedalam kulit. Lembaran ini juga dapat
sekaligus mengontrol frekuensi penggunaan obat selama 24 – 72 jam.Sedikit
obat-obatan yang dapat diformulasikan demikian, misalnya koyo yang berisi obat
tersebut ditempelkan ke kulit. Cara ini sangat nyaman untuk pemberian sendiri.
MASA RENTAN TERHADAP TERATOGENESIS
Kerentanan terhadap teratogen
bervariasi sesuai stadium perkembangan. Periode paling peka untuk timbulnya
cacat lahir adalah minggu ketiga hingga kedelapan kehamilan.
Periode mudigah, atau periode
organogenesis, berlangsung dari minggu ketiga hingga kedelapan perkembangan dan
adalah waktu ketika masing-masing dari ketiga lapisan germinativum; ektoderm,
mesoderm, dan endoderm, menghasilkan sejumlah jaringan dan organ spesifik.
Sebagian besar organ utama dan sistem
organ terbentuk selama minggu ketiga hingga kedelapan. Karena itu, masa ini
yang sangat penting bagi perkembangan normal disebut periode organogenesis.
Populasi sel tunas membentuk masing-masing primordia organ, dan interaksi ini
peka terhadap gangguan dari pengaruh genetika dan lingkungan. Karena itu, pada
periode inilah sebagian besar cacat lahir struktural mayor terjadi. Sayangnya,
pada periode kritis ini ibu yang bersangkutan belum menyadari bahwa dirinya
hamil, terutama selama minggu ketiga dan keempat yang sangat rawan. Memahami
proses-proses utama dalam organogenesis penting untuk mengidentifikasi saat
terjadinya cacat tertentu, dan pada gilirannya menentukan
kemungkinan-kemungkinan penyebab malformasi tersebut.
PRINSIP – PRINSIP TERATOLOGI
Dari data yang tersedia mengenai
kerja faktor teratogenik , beberapa prinsip telah dikemukakan. Prinsip –
prinsip ini harus diingat apabila kita mempertimbangkan kemungkinan bahwa anak
– anak dipengaruhi oleh faktor teratogenik tertentu.
1.
Pengaruh Faktor Teratogonik tergantung pada genotip dan cara komposisi genetik
ini berinteraksi dengan lingkungan.
Genom Ibu berperan penting dalam metabolisme
obat, ketahanan terhadap infeksi , dan proses – proses biokimiawi yang dapat
mempengaruhi perkembangan konseptus.
Dalam
mempertimbangkan efek dari teratogen manusia , telah jelas bahwa teratogen ini
menghasilkan yang disebut dengan variabel fenotipe yang dapat mempengaruhi
janin.
1.
Variabel Fenotipe
Beberapa
bukti penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan teratogen menyebabkan pola /
karakteristik malfomasi yang berbeda pada setiap individu.
2.
Variable susceptibility ( Variabel kerentanan )
Tidak begitu jelas
mengapa pada beberapa janin bisa memiliki kerentanan yang tinggi terhadap
teratogenik , tapi diyakini bahwa hasil pewarisan gen yang berinteraksi dengan
teratogenik yang mengakibatkan birth defect ( cacat lahir ).
3. Susceptibility to phenytoin (
Kerentanan terhadap phenytoin )
Ibu yang mengonsumsi
obat golongan phenytoin selama masa kehamilan, meningkatkan resiko memiliki
bayi dengan cacat lahir. Faktor genetik juga diyakini merupakan salah satu
faktor yang berperan penting dalam cacat akibat obat anti-convulsan ini.
Bioavailabilitas
•
Jangka waktu dan kecepatan absorbsi dari bentuk
sediaan yang ditunjukkan oleh kurun waktu terhadap konsentrasi dari pemberian
obat.
•
Bioavailabilitas ini dipengaruhi beberapa faktor:
1. Faktor obat
2. Faktor penderita
3. Interaksi dalam absorpsi saluran cerna
Faktor obat
|
Keterangan
|
a. Sifat fisiokimia obat
-
stabilitas
pada pH lambung
-
kelarutan
dalam air
-
kelarutan ion
dalam lemak
b. Formulasi obat
-
keadaan
fisik obat
|
Menentukan jumlah obat yang tersedia untuk
diabsorpsi.
Menentukan jumlah obat yang mencapai
sirkulasi sistematik.
Menentukan kecepatan disintergrasi dan
disolusi obat.
|
Faktor penderita
|
|
-
pH saluran
cerna, fungsi empedu
-
kecepatan
pengosongan lambung
-
waktu
transit dalam saluran cerna
-
kapasitas
absorpsi
-
metabolisme
dalam lumen saluran cerna
-
kapasitas
metabolisme dalam dinding saluran cerna dan hati
|
Menentukan kecepatan disintergrasi dan
disolusi obat.
Mempengaruhi kecepatan absorpsi obat dan
jumlah obat yang diserap.
Menentukan jumlah obat yang mencapai
sirkulasi sistematik.
|
Interaksi dalam absorpsi saluran cerna
|
|
-
adanya
makanan
-
perubahan
pH saluran cerna
-
perubahan
motilitas saluran cerna
|
|
Kategori obat (FDA)
•
Kategori A : Studi terkontrol pada wanita tidak
memperlihatkan adanya risiko terhadap janin pada kehamilan trimester 1 (dan
tidak ada bukti mengenai risiko pada trimester berikutnya), dan sangat kecil
kemungkinan obat ini membahayakan janin.
•
Kategori B : Studi terhadap reproduksi binatang
percobaan tidak memperlihatkan adanya risiko terhadap janin tetapi belum ada
studi terkontrol yang diperoleh pada ibu hamil. Atau studi terhadap reproduksi
binatang percobaan memperlihatkan efek samping (selain penurunan fertilitas)
yang tidak didapati pada studi terkontrol pada wanita hamil trimester 1 (dan
ditemukan bukti adanya risiko pada kehamilan berikutnya)
•
Kategori C : Studi pada binatang percobaan
memperlihatkan sdanya efek samping terhadap nanin( teratogenok atau
embriosidal), dan studi terkontrol pada wanita dan binatang percobaan tidak
tersedia atau tidak dapat dilakukan. obat pada kategori in boleh diberikan jika
besarnya manfaat terapeutik melebihi risiko yang terjadi pada janin.
•
Kategori D : Terdapat bukti adanya risiko pada
janin( manusia), tetapi manfaat terapeutik yang diharapkan mungkin melebihi
besarnya risiko ( misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi kondisi
mengancam jiwa atau penyakit serius bilamanan obat yang lebih aman tidak dapat
digunakan atau tidak efektif)
•
Kategori X : Studi pada manusia atau binatang
percobaan memperlihatkan adanya abnormalitas pada janin, atau terdapat bukti
adanya risiko pada janin. dan besarnya risiko obat ini digunkan pada ibu hamil
jelas-jelas melebihi manfaat teraoeutiknya. Obat yang termasuk kategori ini
dikontrindikasikan pada wanita yang sedang atau kemungkinan hamil.
Dosis Obat
à jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam satuan
berat atau satuan isi
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pemberian dosis obat:
a.
Faktor obat
-
sifat fisik
-
sifat kimia
-
toksisitas
b. Cara pemberian obat pada penderita
c. Faktor penderita/karakteristik
penderita
-
umur
-
berat badan
-
jenis kelamin
-
ras
-
toleransi
-
obesitas
- sensitivitas
-
keadaan patofisiologi G.I Tract
-
kehamilan
-
laktasi
-
Circadian Rythme
-
lingkungan
Pedoman peresepan obat bagi ibu hamil:
•
Pertimbangkan
perawatan tanpa obat
•
Obat hanya
diresepkan jika manfaat yang diperoleh ibu lebih besar daripada risiko kepada
janin
•
Hindari
penggunaan obat pada trimester pertama
•
Apabila
diperlukan, gunakan obat yang keamanannya terhadap ibu hamil telah diketahui
dengan pasti, pada dosis efektif terendah, penggunaan sesingkat mungkin
Kerja suatu obat bergantung pada:
•
Bentuk sediaan
dan bahannya pembantunya
•
Jenis dan tempat
pemberiannya
•
Keterabsorpsian
dan kecepatan absorpsi
•
Distribusi dalam
organisme
•
Ikatan dan
lokalisasi dalam jaringan
•
Biotransformasi
•
Keterekskresian
dan kecepatan ekskresi