Dalam saluran pencernaan dibutuhkan :
1.
Pergerakan
makanan melalui saluran pencernaan.
2.
Sekresi
getah pencernaan dan pencernaan makanan.
3.
Absorpsi air
berbagai elektrolit dan hasil pencernaan.
4.
Sirkulasi
darah melalui organ-organ gastrointestinal untuk membawa zat-zat yang
diabsorpsi.
5.
Pengaturan
semua fungsi oleh sistem lokal, saraf, dan hormon.
Anatomi fisiologis dinding gastrointestinal :
Pada potongan melintang
dinding usus, meliputi lapisan dari luar ke dalam yaitu :
1.
Lapisan
serosa
2.
Lapisan otot
longitudinal
3.
Lapisan otot
sirkular
4.
Lapisan
submukosa
5.
lapisan
mukosa
6.
Otot mukosa
(terletak di paling dalam dari mukosa)
Ciri khas otot polos
gastrointestinal :
(Sebagai sinsitium) à serabut otot polos mempunyai berkas sebanyak 1000 serabut
paralel. Pada lapisan longitudinal, berkas tersebut membentang panjang menuruni
traktus intestinal, dan pada lapisan otot sirkular, berkas tersebut membentang
mengelilingi usus.
Dalam setiap berkas,
serabut otot dihubungkan secara listrik oleh sejumlah gap junction, yang dapat
menimbulkan gerakan ion-ion yang bertahanan rendah dari satu sel otot ke sel
otot lainnya.
Sinyal listrik ini
mengawali kontraksi otot dari satu serabut ke serabut lainnya dalam setiap
berkas. Penjalaran ini berlangsung lebih cepat di sepanjang berkas daripada di
sisi berkas.
Setiap berkas serabut otot
polos sebagian dipisahkan oleh jaringan ikat longgar, tetapi berkas tersebut
bersatu dengan yang lain pada banyak titik, sehingga pada keadaan sebenarnya,
setiap lapisan otot merupakan cabang dari berkas otot polos. Oleh karena itu,
setiap lapisan otot berfungsi sebagai sinsitium, yaitu bila terbentuk sebuah
potensial aksi di sembarang tempat dalam massa otot, potensial aksi biasanya
berjalan ke semua arah dalam otot. Jarak yang ditempuh bergantung pada
eksitabilitas otot.
Juga terdapat hubungan
antara lapisan otot longitudinal dan sirkular, sehingga perangsangan salah satu
lapisan akan merangsang lapisan lain.
Aktivitas listrik pada otot
polos gastrointestinal :
Terdapat 2 macam gelombang,
yaitu : gelombang lambat dan gelombang paku.
1.
Gelombang
lambat
Sebagian besar kontraksi
gastrointestinal berlangsung secara berirama dan ini ditentukan oleh frekuensi
yang disebut gelombang lambat,dalam potensial membran otot polos.
Gelombang ini bukanlah suatu
potensial aksi, tetapi merupakan perubahan potensial mebran istirahat yang
lambat dan bergelombang.
Intensitasnya bervariasi antara
5-15 milivolt dan kisaran frekuensinya dari 3-12 per menit pada berbagai
traktus gastrointestinal : 3 dalam korpus lambung, 12 dalam duodenum, 8/9 dalam
ileum terminalis. Irama kontraksi korpus lambung kira-kira 3 per menit, di
duodenum 12 per menit, di ileum 8-9 per menit.
Penyebab pasti dari gelombang
lambat tidak diketahui. Diperkirakan karena adanya interaksi sel otot polos dan
sel interstitial Cajal, yang dapat berfungsi sebagai pacemaker listrik untuk
sel otot polos.
Sel interstitial ini membentuk
suatu jaringan satu sama lain dan menyisip di antara lapisan otot polos, dengan
perhubungan mirip sinaps ke otot polos. Sel interstitial Cajal menjalani
perubahan potensial membran akibat kanal ion yang secara berkala membuka dan
menghasilkan aliran masuk (pacemaker) sehingga membangkitkan aktivitas
gelombang lambat.
Gelombang lambat tidak
menyebabkan kontraksi otot, kecuali di lambung. Sebaliknya gelombang ini
terutama merangsang munculnya potensial paku yang intermiten. Potensial paku
yang menyebabkan kontraksi otot.
2.
Gelombang
paku
Potensial paku merupakan
potensial aksi yang sebenarnya. Potensial ini timbul secara otomatis apabila
membran istirahat otot polos gastrointestinal menjadi lebih positif dari
sekitar -40 milivolt (normal -50 sampai -60 milivolt).
Semakin tinggi potensial
gelombang lambat meningkat, akan semakin besar frekuensi gelombang paku ( 1-10
gelombang paku per detik). Pada otot gastrointestinal, potensial paku
berlangung 10-40 kali lebih lama, dengan setiap gelombang paku berlangsung
selama 10-20 milidetik.
Perbedaan potensial aksi otot
polos gastrointestinal dengan potensial aksi serabut saraf besar tergantung
dari cara potensial tersebut dibangkitkan.
Pada potensial aksi serabut otot
polos gastrointestinal khususnya mengizinkan ion kalsium untuk masuk bersama
dengan ion natrium, sehingga kanalnya disebut kanal natrium-kalsium. Kanal ini
terbuka dan tertutup lebih lambat dari kanal natrium serabut saraf besar. Hal
ini menyebabkan timbulnya potensial aksi menjadi lebih lama.
Perubahan voltase potensial
membran istirahat :
Pada keadaan normal,
potensial membran istirahat kira-kira -56 milivolt. Bila potensial menjadi
kurang negatif, disebut depolarisasi membran dan otot menjadi lebih mudah
dirangsang. Bila potensial menjadi lebih negatif, maka disebut hiperpolarisasi
dan serabut otot menjadi kurang mudah dirangsang.
Faktor-faktor yang
menjadikan membran lebih mudah dirangsang :
-
Peregangan
otot.
-
Perangsangan
oleh asetilkolin.
-
Perangsangan
oleh saraf-saraf parasimpatis yang mensekresikan asetilkolin pada
ujung-ujungnya.
-
Perangsangan
oleh beberapa hormon gastrointestinal spesifik.
Faktor-faktor yang
menjadikan membran kurang mudah dirangsang :
-
Pengaruh
norepinefrin atau epinefrin pada membran serabut.
-
Perangsangan
saraf-saraf simpatis yang terutama mensekresi norepinefrin pada ujung-ujungnya.
Kontrol saraf terhadap
fungsi gastrointestinal :
1.
Sistem safar
enterik :
Sistem saraf ini terdapat pada
dinding usus mulai dari esofagus memanjang sampai anus. Jumlah neuron pada
sistem safar enterik sekitar 100 juta. Fungsi dari sistem saraf ini adalah
untuk fungsi pergerakkan dan sekresi gastrointestinal.
Sistem saraf enterik terdiri dari
dua pleksus :
-
Pleksus
mienterikus atau pleksus Auerbach, yang terletak di bagian luar di antara
lapisan otot longitudinal dan sirkular.
-
Pleksus
submukosa atau pleksus Meissner, yang terletak di bagian dalam submukosa.
Pleksus mienterikus terutama
mengatur pergerakan gastrointestinal dan
pleksus submukosa mengatur sekresi gatrointestinal dan aliran darah
lokal.
Terdapat juga serabut saraf
simpatis dan parasimpatis ekstrinsik. Perangsangan oleh kedua serabut ini dapat
meningkatkan atau menghambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut.
Ujung-ujung saraf simpatis ini
juga mengirimkan serabut-serabut aferen ke media pleksus sistem enterik ; ke
ganglia prevetebra dari sistem saraf simpatis ; ke medula spinalis ; ke dalam
saraf vagus menuju batang otak. Saraf-saraf ini dapat mengadakan refleks lokal
di dinding usus.
2.
Sistem saraf
otonom :
Persarafan parasimpatis.
Persarafan ini dibagi menjadi divisi kranial dan divisi sakral.
Untuk beberapa serabut saraf
parasimpatis ke regio mulut dan faring dari saluran pencernaan, serabut saraf
parasimpatis kranial hampir seluruhnya di dalam saraf vagus. Serabut ini
memberikan inervasi luar kepada esofagus, lambung, pankreas, dan sedikit ke
usus sampai separuh bagian pertama usus besar.
Parasimpatis sakral berasal dari
segmen sakral kedua, ketiga, keempat dari medula spinalis, serta berjalan ke
saraf pelvis ke seluruh distal usus besar dan sepanjang anus. Area sigmoid,
rektum, dan anus diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik
daripada bagian usus yang lain. Fungsi serabut saraf ini terutama untuk
defekasi.
Neuron postganglionik dari sitem
parasimpatis gastrointestinal terletak terutama di pleksus mienterikus dan pleksus
submukosa. Perangsangan saraf parasimpatis menimbulkan peningkatan dari
aktifitas seluruh sistem saraf enterik. Hal ini memperkuat sebagian besar
fungsi gastrointestinal.
Persarafan simpatis. Serabut
simpatis berasal dari segmen T5 dan L2 medula spinalis. Sebagian besar serabut
preganglionik yang mempersarafi usus, sesudah meninggalkan medula, memasuki
rantai simpatis yang terletak di sisi lateral columna spinalis, dan banyak dari
serabut ini berjalan melalui rantai ke ganglia yang terletak jauh seperti
ganglion seliaka dan berbagai ganglion mesenterika.
Sistem saraf simpatis
menginervasi seluruh traktus gastrointestinal, tidak hanya di rongga mulut dan
anus, seperti parasimpatis. Ujung saraf ini juga mensekresikan norepinefrin dan
epinefrin dalam jumlah sedikit.
Perangsangan sistem saraf
simpatis menghambat aktifitas traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek
yang berlawanan dengan yang ditimbulkan parasimpatis.
Sistem simpatis menghasilkan
pengaruhnya dengan 2 cara :
-
Pada tahap
yang kecil melalui pengaruh langsung sekresi norepinefrin untuk menghambat otot
polos traktus intestinal.
-
Pada tahap
yang besar dengan pengaruh inhibisi dari norepinefrin pada neuron-neuron
seluruh sistem saraf enterik.
Perangsangan yang kuat pada
sistem saraf simpatis dapat menginhibisi pergerakkan motor usus begitu hebat,
sehingga dapat benar-benar menghentikan pergerakkan makanan melalui traktus
gastrointestinal.
Pengaturan hormon terhadap
motilitas gastrointestinal :
Gastrin à disekresi oleh sel G antrum lambung sebagai respon terhadap
rangsangan yang berhubungan dengan penelanan makanan. Fungsi utama gastrin
adalah : perangsangan sekresi asam lambung dan perangsangan pertumbuhan mukosa
lambung.
Kolesistokinin à disekresi oleh sel I mukosa duodenum dan jejunum sebagai
respon terhadap pemecahan produk lemak, asam lemak, dan monogliserida di dalam
isi usus. Hormon ini menimbulkan kontraksi kuat kandung empedu ,mengeluarkan
empedu ke dalam usus halus, menghambat kontraksi lambung secara sedang.
Sekretin à disekresikan oleh sel S pada mukosa duodenum sebagai respon
terhadap getah asam lambung yang dikosongkan ke dalam duodenum dari pilorus
lambung. Sekretin mempunyai efek penghambatan terhadap motilitas traktus
gastrointestinal dan bekerja membantu sekresi bikarbonat pankreas yang dapat
membantu menetralisir asam di dalam usus halus.
Peptida penghambat asam
lambung à disekresi oleh mukosa usus halus bagian atas sebagai respon
terhadap asam lemak dan asam amino ,dan sebagian kecil karbohidrat. Peptida
mempunyai efek ringan dalam menurunkan aktifitas motorik lambung dan
memperlambat pengosongan isi lambung ke dalam duodenum ketika bagian atas usus
halus sudah penuh terisi oleh produk makanan.
Motilin à disekresi oleh duodenum bagian atas selama puasa.
Satu-satunya hormon untuk meningkatkan motilitas gastrointestinal. Motilin
dilepaskan secara siklik dan merangsang gelombang motilitas yang disebut
kompleks mioelektrik interdigestif.
Jenis gerakan fungsional
pada traktus gastointesinal :
Terdapat dua gerakan yaitu
:
1.
Gerakan propulsif
Gerakan propulsif merupakan
gerakan peristaltik. Suatu cincin kontraksi timbul di sekitar usus dan bergerak
maju. Peristaltik merupakan sifat yang dimiliki oleh otot polos sinsitium,
dimana terdapat perangsangan yang menyebabkan munculnya cincin kontraksi dalam
otot sirkular. Cincin ini kemudian berjalan sepanjang lumen usus. Peristaltik
juga terjadi di dalam duktus biliaris, dukteri kelenjar, ureter, dan otot polos
lain.
Rangsangan umum untuk gerakan
peristaltik adalah distensi usus, yaitu, bila sejumlah besar makanan terkumpul
di dalam usus, peregangan dinding usus akan merangsang sistem saraf enterik
untuk menimbulkan kontraksi dinding usus 2-3 cm pada titik terkumpulnya makanan
tersebut.
Rangsangan lain berupa iritasi
kimiawi atau fisis pada epitel yang melapisi usus. Juga sinyal saraf
parasimpatis yang kuat ke usus yang menimbulkan peristaltik kuat.
2.
Gerakan
mencampur
Gerakan mencampur berbeda pada
setiap tempat di bagian saluran cerna.
Kontraksi peristaltik menyebabkan
sebagian besar terjadinya pencampuran. Hal ini terjadi khususnya bila
pergerakan maju isi usus dihambat oleh sebuah sfingter, sehingga gelombang
peristaltik hanya dapat mengaduk isi usus dan bukan mendorongnya ke depan.
Kontraksi konstriktif lokal
terjadi setiap beberapa sentimeter dalam dinding usus. Kontriksi ini biasanya
berlangsung hanya 5-30 detik, kemudian kontriksi yang baru akan timbul di
tempat yang lain.
Mastikasi atau mengunyah :
Gigi yang dirancang untuk
mengunyah adalah gigi anterior (insisivus) untuk kerja memotong dan gigi
posterior (molar) unutk kerja menggiling. Semua otot rahang bawah bekerja
bersama-sama untuk mengatupkan gigi. Pada umumnya, otot-otot pengunyah
dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf kranial kelima, dan proses mengunyah
dikontrol oleh nukleus dalam batang otak. Perangsangan daerah retikularis
spesifik pada pusat pengecapan batang otak akan menimbulkan pergerakkan
mengunyah yang ritmis. Kebanyakan proses mengunyah disebabkan oleh suatu
refleks mengunyah, yaitu adanya bolus makanan di dalam mulut pada awalnya
menimbulkan penghambat refleks otot untuk mengunyah, yang menyebabkan rahang
bawah turun ke bawah. Penurunan ini menimbulkan refleks regang pada otot-otot
rahang bawah yang menimbulkan kontraksi rebound. Keadaan ini secara otomatis mengangkat
rahang bawah yang menimbulkan pengatupan gigi, tetapi juga menekan bolus
melawan dinding mulut, yang menghambat otot rahang bawah sekali lagi,
menyebabkan rahang bawah turun, dan kembali rebound pada saat yang lain. Hal
ini terjadi berulang-ulang. Mengunyah makanan penting terutama untuk sayuran
dan buah-buahan karena zat ini mempunyai membran selulosa yang tidak mudah
dicerna. Selain itu mengunyah juga membantu pencernaan makanan dengan adanya
enzim-enzim pencernaan yang hanya bekerja pada permukaan partikel makanan.
Menelan atau deglutisi :
Faring digunakan untuk
membantu fungsi pernapasan dan menelan. Faring diubah hanya dalam beberapa
detik untuk menjadi traktus untuk mendorong masuk makanan. Respirasi tidak
terganggu karena adanya proses menelan.
Pada umumnya menelan dapat
dibagi menjadi :
1.
Tahap
volunter
Bila makanan sudah siap ditelan ,
“secara sadar” makanan ditekan atau digulung ke arah posterior ke dalam faring
oleh tekanan lidah ke atas dan ke belakang terhadap palatum.
2.
Tahap
faringeal
Sewaktu bolus memasuki bagian
posterior mulut dan faring, bolus merangsang daerah epitel reseptor menelan di
sekeliling pintu faring. Sinyal-sinyal dari sini berjalan ke batang otak untuk
mencetuskan serangkaian kontraksi otot faringeal secara otomatis sebagai
berikut :
-
Palatum mole
tertarik ke atas untuk menutupi nares posterior, untuk mencegah refluks makanan
ke rongga hidung.
-
Lipatan
palatofaringeal pada setiap sisi faring tertarik ke arah medial untuk saling
mendekat satu sama lain. Lipatan tersebut membentuk celah sagital yang harus
dilewati oleh makanan untuk masuk ke dalam faring posterior.
-
Pita suara
laring menjadi sangat berdekatan dan laring tertarik ke atas dan anterior oleh
otot-otot leher. Hal ini, digabungkan dengan adanya ligamen yang mencegah
pergerakkan epliglotis ke atas, menyebabkan
epiglottis bergerak ke belakang di atas pembukaan laring. Seluruh efek
ini bekerja bersama mencegah masuknya makanan ke dalam hidung dan trakea.
-
Gerakan
laring ke atas juga menarik dan melebarkan pembukaan ke esofagus. Pada saat
yang bersamaan, 3-4 sentimeter di atas dinding otot esofagus yang dinamakan
sfingter esofagus atas (sfingter faringesofageal) berelaksasi, sehingga makanan
dapat bergerak dengan mudah dan bebas
dari faring posterior ke dalam esofagus bagian atas. Di antara penelanan,
sfingter ini tetap berkontraksi kuat, sehingga mencegah udara masuk ke dalam
esofagus selama respirasi. Gerakan larign ke atas juga mengangkat glotis keluar
dari jalan utama makanan, sehingga makanan terutama hanya melewati setiap sisi
epiglotis.
-
Setelah
laring terangkat dan sfingter faringesofageal mengalami relaksasi, seluruh otot
dinding faring berkontraksi, mulai dari bagian superior faring, lalu menyebar
ke bawah melintasi daerah faring media dan inferior, yang mendorong makanan ke
dalam esofagus melalui proses peristaltik.
Sebagai ringkasan : trakea
tertutup, esofagus terbuka, dan suatu gelombang peristaltik cepat diteruskan
oleh sistem saraf faring mendorong bolus makanan ke dalam esofagus bagian atas.
Seluruh proses terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik.
3.
Tahap
esofageal
Esofagus berfungsi sebagai
penyaluran makanan secara cepat dari faring ke lambung, dan gerakannya diatur
secara khusus untuk fungsi tersebut.
Terdapat dua gerakan peristaltik
pada esofagus, yaitu : peristaltik primer dan peristaltik sekunder.
Peristaltik primer merupakan
kelanjutan dari gelombang peristaltik yang dimulai dari faring dan menyebar ke
esofagus selama tahap faringeal dari proses menelan. Gelombang ini berjalan
dari faring ke lambung dalam waktu sekitar 8-10 detik. Makanan yang ditelan
dihantarkan ke ujung bawah esofagus sekitar 5-8 detik akibat adanya gravitasi.
Jika gelombang peristaltik primer
gagal mendorong semua makanan ,terjadi gelombang peristaltik sekunder.
Gelombang ini terus berlanjut sampai semua makanan dikosongkan ke dalam
lambung. Gelombang peristaltik sekunder sebagian dimulai oleh sirkuit saraf
intrinsik dalam sistem saraf mienterikus dan sebagian oleh refleks-refleks.
Fungsi motorik lambung :
1.
Penyimpanan
sejumlah besar makanan sampai makanan dapat diproses di dalam lambung,
duodenum, dan traktus intestinal bawah.
2.
Pencampuran
makanan dengan sekresi dari lambung sampai membentuk suatu campuran setengah
cair yang disebut kimus.
3.
Pengosongan
kimus dengan lambat dari lambung ke dalam usus halus pada kecepatan yang sesuai
untuk pencernaan dan absorpsi yang tepat oleh usus halus.
Fungsi penyimpanan lambung
:
Sewaktu makanan masuk ke
dalam lambung, makanan membentuk lingkaran konsentris di bagian oral lambung.
Makanan yang paling baru paling dekat dengan dinding luar lambung. Normalnya
bila makanan meregangkan lambung, refleks vasofagal dari lambung ke batang otak
dan kemudian kembali ke lambung akan mengurangi tonus di dalam dinding otot
korpus lambung sehingga dinding menonjol keluar secara progresif, menampung
jumlah makanan yang makin lama makin banyak sampai suatu batas saat lambung
berelaksasi sempurna, yaitu 0,8 sampai 1,5 liter.
Pengosongan lambung :
Kecepatan pengosongan
lambung diatur oleh sinyal dari lambung dan duodenum. Kontrol yang penting
adalah impuls umpan balik dari duodenum, baik enterogastrik refleks maupun
hormonal. Impuls umpan balik akan memperlambat kecepatan pengosongan lambung,
seperti pada keadaan :
Usus halus telah terisi
penuh oleh kimus ; kimus usus halus terlalu asam, bersifat hipotonik atau
hipertonik; mengandung banyak hasil pemecahan protein atau lemak.
Pergerakkan usus halus :
1.
Kontraksi
pencampuran
Bila bagian tertentu usus halus
teregang oleh kimus, peregangan dinding usus menimbulkan kontraksi konsentris
lokal dengan jarak interval tertentu sepanjang usus dan berlangsung sesaat
dalam semenit. Kontraksi membagi usus menjadi segmen-segmen ruang yang
mempunyai bentuk rantai sosis. Bila suatu rangkaian kontraksi segmentasi
berelaksasi, sering timbul satu rangkaian baru, tetapi kontraksi kali ini
terjadi terutama pada titik baru di antara kontraksi-kontraksi sebelumnya.
Kontraksi segmentasi “memotong” kimus sekitar 2-3 kali permenit.
2.
Gerakan
propulsif
Gelombang peristaltik mendorong
kimus melalui usus halus. Gelombang ini lemah dan biasanyan berhenti setelah
menempuh jarak 3-5 sentimeter, kimus akan bergerak rata-rata 1 sentimeter/
menit. Perbedaan di antara gerakan mencampur dan mengaduk tidak sejelas yang
disebutkan di atas, karena gerakan segmentasi selain mengaduk juga membantu
mendorong. Sebaliknya gerakan peristaltik selain mendorong makanan juga
membantu pencampuran.
Pergerakkan usus besar atau
kolon :
Fungsi utama kolon :
-
Absorpsi air
dan elektrolit dari kimus untuk membentuk feses yang padat.
-
Penimbunan
bahan feses sampai dapat dikeluarkan.
Setengah bagian proksimal
kolon, terutama berhubungan dengan absorpsi, dan setengah bagian distal
berhubungan dengan penyimpanan. Karena tidak diperlukan pergerakkan kuat dari
dinding kolon untuk fungsi ini, maka pergerakkan kolon secara normal sangat
lambat.
Gerakan mencampur,
haustrasi :
Melalui cara yang sama
dengan gerakan segmentasi pada usus halus, kontriksi sirkular yang besar
terjadi di dalam usus besar. Pada setiap kontraksi ini, kira-kira 2,5 sentimeter
otot sirkular akan berkontraksi, kadang menyempitkan lumen kolon sampai hampir
tersumbat. Pada saat yang sama, otot longitudinal kolon, yang terkumpul menjadi
tiga pita longitudinal yang disebut taenia coli, akan berkontraksi. Kontraksi
gabungan dari pita otot sirkular dan longitudinal menyebabkan bagian usus besar
yang tidak terangsang menonjol ke luar memberikan bentuk berupa kantung yang
disebut haustrasi.
Gerakan mendorong,
pergerakkan massa :
Butuh waktu 8-15 jam untuk
menggerakaan kimus dari katup ileosekal ke kolon, sementara kimusnya sendiri
menjadi feses dengan karakterisitik lumpur setengah padat bukan lagi setengah
cair. Dari sekum sampai sigmoid, pergerakkan massa dapat mengambil alih peran
pendorongan untuk beberapa menit dalam satu waktu. Gerakan ini biasanya hanya
terjadi 1-3 kali setiap hari pada kebanyakan orang, terutama untuk kira-kira 15
menit selama jam pertama sesudah makan pagi. Pergerakkan massa adalah jenis
peristaltik yang dimodifikasi, yang ditandai oleh rangkaian peristiwa sebagai
berikut :
-
Timbul
cincin kontraksi pada tempat yang teregang biasanya pada kolon transversum.
-
Dengan cepat
kolon (20 sentimeter), pada bagian distal cincin kontraksi akan kehilangan
haustrasinya dan berkontraksi sebagai satu unit, mendorong maju materi feses
pada segmen ini sekaligus untuk lebih menuruni kolon.
Satu rangkaian pergerakkan
massa biasanya menetap selama 10-30 menit. Lalu mereda dan mungkin timbul
kembali setengah hari kemudian. Bila pergerakkan sudah mendorong massa feses ke
dalam rektum, akan terasa keinginan untuk defekasi.
Defekasi :
Dimulai dengan refleks
defekasi intrinsik, akan tetapi fungsi defekasi ini relatif lemah. Agar menjadi
lebih efektif dalam menimbulkan defekasi, harus diperkuat oleh refleks defekasi
parasimpatis, refleks defekasi parasimpatis berpusat di segmen sacral medulla
spinalis, sinyal-sinyal parasimpatis sangat memperkuat gelombang peristaltik di
dalam colon descenden, sigmoid, dan rektum yang mendorong feses ke anus dan
merelaksasikan sfingter ani internus, dengan demikian mengubah refluks defekasi
intrinsik dari suatu gerakan yang lemah menjadi suatu proses defekasi yang
kuat.
Pencernaan berbagai makanan
melalui hidrolisis :
1.
Hidrolisis
karbohidrat
Hampir semua karbohidrat
berbentuk polisakarida atau disakarida. Bila karbohidrat dicernakan maka akan
menjadi bentuk monosakarida. Pencernaan ini dibantu juga oleh enzim-enzim
seperti ptyalin, amilase pankreas, maltase, alfa dekstrinase, laktase, sukrase.
2.
Hidrolisi
protein
Protein dibentuk dari beberapa
asam amino yang saling berikatan bersama-sama melalui ikatan peptida. Semua
enzim perncernaan merupakan protein. Karakteristik dari masing-masing protein
ditentukan oleh jenis asam aminonya dalam molekul protein dan oleh susunan
urutan asam-asam amino. Dibantu oleh enzim-enzim proteolitik, yaitu : pepsin,
tripsin, kimotripsin, karboksifolipeptidase, proelastase.
3.
Hidrolisis
lemak
Hampir semua gugus lemak terdiri
dari trigliserida, gabungan dari tiga molekul asam lemak yang berkondensasi
dengan satu molekul gliserol. Dibantu oleh enzim : lipase, lipase pankreas.
Dibantu juga oleh getah empedu.
Absorpsi dalam usus halus :
Absorpsi usus halus setiap
hari terdiri atas beberapa ratus gram karbohidrat, 100 gram atau lebih lemak,
50 sampai 100 gram asam amino, 50 samapi 100 gram ion, dan 7 sampai 8 liter
air. Usus besar masih dapat mengabsorbsi air dan ion tambahan ,walaupun sedikit
sekali mengandung zat nutrisi.
Absorpsi air. Air
ditranspor melalui membran usus seluruhnya melalui proses difusi. Selanjutnya
difusi ini mengikuti hukum osmosis yang biasa. Oleh karena itu, bila kimus
cukup encer, air diabsorpsi melalui mukosa usus ke dalam darah vili hampir
seluruhnya melalui osmosis. Sebaliknya, air juga dapat ditranspor ke arah yang
berlawanan, dari plasma ke dalam kimus. Keadaan ini terutama terjadi bila
larutan hiperosmotik dilepaskan dari lambung masuk ke dalam duodenum. Dalam
beberapa menit, sejumlah air akan dihantarkan melalui osmosis untuk membuat
kimus iso osmotik dengan plasma.
Absorpsi ion :
Transpor aktif natrium à 20-30 natrium disekresikan melalui sekresi usus setiap
harinya. Setiap harinya kebanyakan orang makan 5-8 gram natrium setiap hari.
Karenanya, untuk mencegah kehilangan netto natrium ke dalam feses, usus halus
mengabsorpsi 25-35 gram natrium setiap harinya. Tenaga penggerak absorpsi
natrium disediakan oleh transpor aktif natrium dari dalam sel epitel melalui
bagian basal dan sisi dinding sel masuk ke dalam ruang paraselular. Proses ini
memerlukan energi. Sebagian dari natrium diabsorpsi bersama dengan ion klorida.
Sebenarnya ion klorida bermuatan negatif terutama secara pasif ditarik oleh
muatan listik positif ion natrium. Transpor aktif natrium melalui membran
basolateral sel mengurangi konsentrasi natrium di dalam sel sampai ke nilai
yang rendah (kira-kira 50 mEq/L). Karena konsentrasi natrium dalam kimus
rata-rata 142 mEq/L maka natrium bergerak menuruni gradien elektrokimia yang
tinggi dari kimus melalui brush border sel epitel , masuk ke sitoplasma sel.
Hal ini memungkinkan lebih banyak ion natrium yang dapat ditranspor oleh sel
epitel masuk ke dalam ruang paraselular.
Absorpsi karbohidrat :
Pada keadaan tidak ada
transpor natrium melewati membran usus, sebenarnya tidak ada glukosa yang
diabsorpsi. Alasannya adalah bahwa penyerapan glukosa terjadi dalam suatu
bentuk ko-transpor dengan transpor aktif natrium. Ada dua tingkat transpor
natrium. Pertama adalah dengan transport aktif. Kedua adalah dengan penurunan
natrium di dalam sel yang menyebabkan natrium dari lumen usus bergerak melewati
brush border sel epitel ke bagian dalam sel melalui difusi terfasilitasi.
Yaitu, ion natrium bergabung dengan suatu protein transpor, tetapi protein
transpor tidak akan mentranspor natrium ke dalam sel sampai protein itu sendiri
bergaung dengan beberapa zat lain seperti glukosa. Jadi, konsentrasi natrium
yang rendah di dalam sel yang “menarik” natrium ke bagian dalam sel dan glukosa
ikut masuk bersama dengannya. Sekali berada di dalam sel epitel, protein
transpor dan enzim-enzim menyebabkan difusi terfasilitasi dari glukosa melalui
membran basolateral dan masuk ke darah.
Absorpsi protein :
Kebanyakan protein diserap
dalam bentuk dipeptida, tripeptida, dan beberapa asam amino bebas. Sebagian
besar energi untuk transpor ini disuplai oleh mekanisme kotranspor natrium
dengan cara yang sama dengan kotranspor natrium glukosa. Kebanyakan peptida
atau molekul asam amino bergabung dalam membran mikrovilus sel dengan suatu
protein transpor khusus yang membutuhkan penggabungan dengan natrium sebelum
transpor dapat terjadi. Setelah bergabung, ion natrium kemudian bergerak
melewati gradien elektrokimianya ke bagian dalam sel dan menarik asam amino
atau peptida bersama dengannya. Ini disebut sebagai kotranspor asam amino dan
peptida. Beberapa asam amino tidak memerlukan mekanisme ko transpor natrium
ini, tetapi ditranspor oleh protein transpor membran khusus dengan difusi
terfasilitasi.
Absorpsi lemak :
Asam lemak, monogliserida,
dengan garam empedu akan membentuk micelles. Setibanya di permukaan brush
border microvilli, asam lemak, dan monogliserida berdifusi masuk ke dalam sel
epitel intestinum, selanjutnya akan dibentuk kembali menjadi trigliserida dalam
sel epitel. Trigliserida bersama fosfolipid dan kolesterol membentuk
kilomikrons yang selanjutnya dengan proses eksositosis masuk ke ruang interselular,
menuju aliran limfe melalui central
lacteal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar